Penyeberangan

Gapasdap Minta Pemerintah Sesuaikan Tarif Angkutan Penyeberangan untuk Jaga Kualitas Layanan dan Keberlanjutan Operasi

Gapasdap Minta Pemerintah Sesuaikan Tarif Angkutan Penyeberangan untuk Jaga Kualitas Layanan dan Keberlanjutan Operasi
Gapasdap Minta Pemerintah Sesuaikan Tarif Angkutan Penyeberangan untuk Jaga Kualitas Layanan dan Keberlanjutan Operasi

JAKARTA - Bisnis angkutan penyeberangan di Indonesia tengah menghadapi tantangan besar akibat kenaikan biaya operasional yang tidak diimbangi dengan penyesuaian tarif. Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) mengungkapkan kekhawatirannya terkait kondisi ini, yang semakin memperburuk kondisi keuangan perusahaan angkutan.

Menurut Ketua Umum Gapasdap, Khoiri Soetomo, peningkatan biaya operasional yang terjadi sepanjang tahun 2025 ini sangat memberatkan pengusaha angkutan penyeberangan. "Kenaikan biaya tidak bisa diimbangi dengan pendapatan yang cenderung stagnan, karena tarif angkutan penyeberangan hingga saat ini belum mengalami penyesuaian," kata Khoiri dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis, 8 Mei 2025.

Kenaikan Biaya Operasional yang Signifikan

Khoiri menjelaskan bahwa beberapa faktor telah memengaruhi biaya operasional angkutan penyeberangan, salah satunya adalah kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) yang berpengaruh pada biaya Sumber Daya Manusia (SDM). Kenaikan UMR yang terjadi pada awal tahun 2025 diperkirakan mencapai 6 persen. Selain itu, fluktuasi nilai tukar dolar AS yang kini menyentuh angka sekitar Rp16.500 juga memberikan dampak besar.

"Kenaikan kurs Dollar ini sangat berpengaruh pada kenaikan biaya perawatan, seperti spare part kapal yang 100 persen dipengaruhi kurs Dollar, kenaikan biaya pengedokan, dan beberapa biaya yang berhubungan dengan aspek keselamatan kapal," tambah Khoiri.

Kenaikan biaya perawatan kapal dan standar keselamatan yang semakin tinggi, menurutnya, semakin membuat selisih antara tarif dan biaya operasional semakin besar. Gapasdap mencatat bahwa saat ini tarif angkutan penyeberangan yang berlaku masih jauh di bawah kebutuhan biaya operasional (HPP), bahkan kekurangan hingga 31,8 persen.

Kekurangan Tarif Berdasarkan Perhitungan HPP

Khoiri menjelaskan bahwa perhitungan biaya angkutan penyeberangan berdasarkan Harga Pokok Produksi (HPP) dilakukan bersama antara Kementerian Perhubungan, PT ASDP, Asosiasi Gapasdap, Asuransi Jasa Raharja, Jasa Raharja Putra, dan perwakilan konsumen. Perhitungan tersebut dilakukan pada tahun 2019 dengan memperhitungkan kurs Dollar sekitar Rp13.900. Namun, dengan kondisi inflasi dan peningkatan biaya yang terus terjadi selama enam tahun terakhir, perbedaan antara tarif angkutan dengan HPP semakin melebar.

“Biaya tersebut dihitung dengan mengacu besaran biaya pada tahun 2019, dengan kurs USD sekitar Rp13.900, sehingga dengan kenaikan-kenaikan biaya yang terjadi selama 6 tahun terakhir, maka selisih antara tarif dengan perhitungan HPP akan semakin besar,” terang Khoiri.

Menurut perhitungannya, kekurangan tarif ini semakin memperburuk kondisi pengusaha angkutan yang sudah dibebani dengan biaya perawatan kapal, peningkatan biaya SDM, serta berbagai kewajiban untuk memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan penumpang yang ditetapkan oleh pemerintah.

Harapan Gapasdap agar Tarif Segera Disesuaikan

Dengan kondisi yang semakin sulit ini, Gapasdap berharap agar pemerintah segera melakukan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan. Penyesuaian tarif sangat penting untuk menjaga keberlangsungan operasi angkutan penyeberangan serta memastikan pemenuhan standar keselamatan dan kenyamanan penumpang.

"Kami berharap pemerintah dapat segera menyesuaikan tarif angkutan penyeberangan agar keberlangsungan operasi tetap terjaga dan pemenuhan standar keselamatan dan kenyamanan dapat dilakukan," ungkap Khoiri.

Selain penyesuaian tarif, Gapasdap juga berharap ada insentif dari pemerintah untuk membantu meringankan beban biaya operasional pengusaha angkutan penyeberangan. Beberapa insentif yang diusulkan antara lain pengurangan biaya kepelabuhanan, perpajakan, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), serta bunga perbankan.

“Kami juga berharap ada insentif yang diberikan kepada perusahaan angkutan penyeberangan, seperti pengurangan biaya kepelabuhanan, perpajakan, PNBP, dan bunga perbankan. Ini akan sangat membantu kami dalam mengurangi beban biaya operasional,” jelas Khoiri.

Peringatan Akan Kesulitan Operasional

Khoiri juga menegaskan bahwa jika kondisi ini tidak segera diatasi, perusahaan angkutan penyeberangan akan semakin kesulitan dalam mengoperasikan kapal-kapalnya, terutama dalam upaya untuk memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Jika masalah ini dibiarkan tanpa solusi, dikhawatirkan kualitas pelayanan angkutan penyeberangan akan menurun dan berisiko terhadap keselamatan penumpang.

“Kami akan semakin kesulitan dalam mengoperasikan kapal kami, terutama dalam rangka memenuhi standar keselamatan maupun kenyamanan yang ditetapkan oleh pemerintah,” tutup Khoiri.

Tantangan yang Dihadapi Angkutan Penyeberangan

Tantangan yang dihadapi oleh sektor angkutan penyeberangan ini bukanlah masalah baru. Namun, dengan semakin meningkatnya biaya operasional dan stagnannya tarif, para pelaku usaha merasa semakin terbebani. Gapasdap menilai pentingnya adanya kolaborasi antara pemerintah dan pengusaha untuk mencari solusi yang bisa memastikan keberlangsungan sektor angkutan penyeberangan, yang merupakan salah satu moda transportasi penting bagi masyarakat Indonesia.

Sementara itu, masyarakat yang menggunakan jasa angkutan penyeberangan pun sangat bergantung pada keberlanjutan layanan ini, mengingat jaringan angkutan penyeberangan menghubungkan berbagai wilayah di Indonesia, baik yang terletak di daratan maupun pulau-pulau terpencil.

Dengan semakin besarnya tekanan yang dihadapi oleh pengusaha angkutan penyeberangan, harapan besar kini tertuju pada pemerintah untuk segera memberikan solusi atas permasalahan ini.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index