JAKARTA — Cuaca ekstrem yang melanda wilayah Selat Bali mengakibatkan terganggunya operasional penyeberangan lintas Pelabuhan Gilimanuk–Ketapang. Hujan deras disertai jarak pandang yang terbatas memaksa otoritas pelabuhan menunda sementara aktivitas penyeberangan selama kurang lebih satu jam, yang menyebabkan antrean kendaraan di Pelabuhan Gilimanuk.
Penundaan penyeberangan mengakibatkan kendaraan terutama truk logistik dan angkutan barang yang hendak keluar dari Bali terpaksa tertahan dan menumpuk di area parkir pelabuhan.
"Penundaan penyeberangan karena cuaca buruk," ujar Ryan Dewangga, Manajer Usaha Pelabuhan Gilimanuk, saat dikonfirmasi pada Kamis sore.
Cuaca ekstrem yang melanda Selat Bali berupa hujan deras disertai kabut tipis menyebabkan jarak pandang terbatas di perairan lintas Jawa–Bali tersebut. Hal ini membuat keselamatan pelayaran menjadi prioritas utama sehingga pengelola pelabuhan mengambil kebijakan penundaan sementara.
Lalu Lintas Padat, tapi Terkendali
Meskipun sempat tertunda, operasional pelabuhan kembali dibuka. Namun, karena volume kendaraan yang tinggi, penumpukan kendaraan di dalam area pelabuhan tak bisa dihindari, terutama kendaraan logistik yang mendominasi arus keluar Bali pasca-libur panjang.
"Meskipun penundaan berpengaruh dengan kelancaran lalu lintas kendaraan hingga terjadi penumpukan, situasi masih terkendali," jelas Ryan.
Menurut pantauan di lapangan, meski penumpukan terjadi, antrean kendaraan tidak sampai meluber ke luar area pelabuhan. Pihak pengelola pelabuhan bersama dengan instansi terkait seperti kepolisian dan Dinas Perhubungan telah melakukan koordinasi guna mengatur arus lalu lintas kendaraan agar tetap tertib dan tidak menimbulkan kemacetan di jalur utama menuju pelabuhan.
Kendala Dermaga Tambahan Memperpanjang Waktu Tunggu
Selain cuaca buruk, operasional penyeberangan juga terdampak oleh terbatasnya jumlah dermaga yang beroperasi. Dari beberapa dermaga yang tersedia, hanya tiga dermaga MB (Moveable Bridge) dan satu dermaga LCM (Landing Craft Machine) yang difungsikan secara optimal pada hari itu. Dermaga MB IV tidak beroperasi karena masih dalam tahap perbaikan.
"Dermaga di Ketapang ada perbaikan, sehingga dermaga MB IV juga tidak beroperasi," terang Ryan Dewangga.
Perbaikan dermaga di Pelabuhan Ketapang, yang merupakan pasangan operasional dari Gilimanuk, menyebabkan dermaga MB IV di sisi Bali ikut dihentikan penggunaannya. Kondisi ini secara langsung memperlambat proses bongkar muat kapal dan memperpanjang waktu tunggu kendaraan yang hendak menyeberang.
Dampak pada Arus Logistik
Gangguan sementara penyeberangan lintas Gilimanuk–Ketapang tak hanya berdampak pada mobilitas kendaraan pribadi dan penumpang, namun juga pada distribusi logistik antar-pulau. Rute ini merupakan jalur strategis bagi distribusi barang antara Pulau Jawa dan Bali, termasuk suplai bahan pokok, bahan bangunan, serta hasil pertanian dan perikanan.
Beberapa pengemudi truk logistik yang ditemui mengaku harus menunggu lebih dari dua jam sebelum bisa naik ke kapal, meskipun pelabuhan sudah dibuka kembali.
"Tadi sempat tertahan lama karena antri, kapal nggak jalan. Sekarang sudah mulai lancar tapi masih padat," kata Suharto, sopir truk pengangkut bahan sembako tujuan Surabaya.
Upaya Mitigasi dan Koordinasi Lintas Instansi
Menanggapi situasi ini, pihak Pelabuhan Gilimanuk menyatakan telah melakukan mitigasi risiko dengan cara meningkatkan koordinasi lintas instansi, termasuk otoritas pelabuhan, aparat kepolisian, dan instansi perhubungan daerah. Langkah ini dilakukan agar antrean kendaraan tidak mengganggu akses jalan raya utama di sekitar pelabuhan.
Pihak pelabuhan akan terus memantau kondisi cuaca dan kesiapan operasional dermaga secara real-time guna meminimalkan dampak penundaan terhadap aktivitas transportasi lintas pulau.
Peristiwa penundaan penyeberangan Gilimanuk–Ketapang akibat cuaca buruk ini menjadi pengingat pentingnya kesiapan infrastruktur dan koordinasi lintas sektor dalam menjaga kelancaran arus transportasi dan logistik nasional. Dengan jumlah kendaraan logistik yang terus meningkat dan kondisi cuaca yang tidak menentu, pengelolaan pelabuhan secara adaptif menjadi kunci utama menjaga stabilitas distribusi antar wilayah di Indonesia.