JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan pentingnya penetapan batas maksimum bunga pada layanan pinjaman online (pinjol) sebagai langkah perlindungan konsumen. Penegasan ini disampaikan menyusul proses hukum yang tengah dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap 97 penyelenggara pinjol yang diduga menetapkan bunga harian secara berlebihan.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menyampaikan bahwa batas maksimum bunga atau manfaat ekonomi dalam pinjaman online adalah langkah penting untuk menjaga keseimbangan industri dan melindungi masyarakat dari praktik yang merugikan.
“Penetapan batas maksimum manfaat ekonomi (suku bunga) tersebut ditujukan demi memberikan pelindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi sekaligus membedakan pinjaman online legal (Pindar) dengan yang ilegal (Pinjol),” ujar Agusman dalam keterangan resminya.
KPPU Usut Dugaan Monopoli oleh 97 Platform Pinjol
KPPU diketahui tengah melakukan penyelidikan terhadap 97 penyelenggara pinjaman online yang diduga melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Para penyelenggara diduga menetapkan suku bunga pinjaman yang melampaui batas wajar, yakni suku bunga flat sebesar 0,8 persen per hari, termasuk di dalamnya biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya.
OJK menyatakan menghormati jalannya proses hukum yang dilakukan KPPU dan akan terus mencermati perkembangan kasus tersebut secara seksama.
“Kami mendukung upaya KPPU dalam menegakkan persaingan usaha yang sehat. Dalam hal ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, OJK akan mengambil langkah penegakan kepatuhan (enforcement),” jelas Agusman.
Aturan Resmi Bunga Maksimum dari OJK
OJK melalui SEOJK No.19/SEOJK.06/2023 telah mengatur batas maksimum manfaat ekonomi harian atau suku bunga pada penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau Pindar.
Berikut rincian batas maksimum manfaat ekonomi yang telah ditetapkan:
Untuk tenor kurang dari 6 bulan:
Pinjaman konsumtif: 0,3% per hari
Ultra mikro: 0,275% per hari
Kecil dan menengah: 0,1% per hari
Untuk tenor lebih dari 6 bulan:
Pinjaman konsumtif: 0,2% per hari
Ultra mikro dan kecil menengah: 0,1% per hari
Agusman menambahkan bahwa OJK secara berkala akan mengevaluasi ketentuan batas maksimum bunga pinjol tersebut dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, stabilitas industri, dan daya beli masyarakat.
“Pengaturan ini sangat diperlukan demi menjaga integritas industri pinjaman online dan memberikan perlindungan maksimal bagi masyarakat dari bunga yang mencekik,” tegasnya.
Bunga Tinggi, Risiko Tinggi
Keberadaan bunga pinjaman yang tinggi di platform pinjaman online telah lama menjadi sorotan. Konsumen rentan mengalami jeratan utang akibat praktik pemberian pinjaman yang tidak transparan dan memberatkan, terutama oleh platform ilegal. Dalam konteks ini, peran OJK dan asosiasi industri menjadi krusial untuk membedakan penyelenggara legal dan ilegal serta menciptakan ekosistem pinjaman yang sehat dan berkeadilan.
Agusman menuturkan bahwa sebelum terbitnya regulasi resmi melalui SEOJK, pengaturan batas bunga sudah diatur oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai bagian dari kode etik industri, atas arahan langsung dari OJK.
“Ini adalah langkah preventif agar masyarakat hanya memanfaatkan layanan dari penyelenggara yang patuh terhadap aturan dan tidak terjerumus ke praktik pinjol ilegal,” ujarnya.
Dukungan Terhadap Persaingan Usaha yang Sehat
Dalam konteks hukum, penetapan suku bunga yang seragam tanpa dasar regulasi yang jelas bisa dianggap sebagai praktik kartel atau monopoli. Oleh karena itu, KPPU akan menelusuri apakah terjadi kesepakatan antar penyelenggara dalam menetapkan bunga yang merugikan konsumen. Sementara itu, OJK tetap menekankan bahwa suku bunga harus ditetapkan sesuai batasan manfaat ekonomi yang berlaku.
Dengan penegasan ini, OJK berharap penyelenggara pinjaman online dapat menjaga kepatuhan dan konsisten menjalankan praktik usaha yang sehat dan transparan.
“Langkah ini bukan hanya untuk menegakkan hukum, tetapi untuk melindungi konsumen dan menciptakan sistem keuangan digital yang kredibel dan inklusif,” tutup Agusman.