JAKARTA – Kualitas aset industri perbankan Indonesia harus terus menjadi perhatian serius para pemangku kepentingan, terutama di tengah dinamika ekonomi yang masih penuh ketidakpastian. Meski secara keseluruhan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) industri perbankan tercatat masih relatif rendah pada awal tahun 2025, terdapat sejumlah bank yang mencatatkan NPL tinggi, bahkan ada yang melewati ambang batas 5 persen.
Berdasarkan data resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio NPL gross perbankan berada di angka 2,17 persen, mengalami kenaikan tipis dari posisi 2,08 persen pada Desember 2024. Sementara itu, rasio kredit berisiko atau loan at risk (LAR) juga meningkat ke level 9,86 persen, naik dari 9,28 persen di akhir tahun lalu.
Kenaikan Rasio NPL Gross dan Loan at Risk
Rasio NPL gross yang naik dari 2,08 persen menjadi 2,17 persen menandakan adanya sedikit peningkatan jumlah kredit macet dalam portofolio perbankan nasional. Meskipun kenaikan ini terbilang kecil, kondisi tersebut mengindikasikan perlunya kewaspadaan agar tren tersebut tidak berlanjut dan memburuk.
Lebih jauh, kenaikan LAR menjadi 9,86 persen juga menjadi sinyal bahwa sejumlah kredit dengan potensi risiko bermasalah sedang mengalami peningkatan. Loan at risk sendiri mencakup kredit dengan risiko tinggi yang belum masuk kategori macet namun berpotensi bermasalah.
Sejumlah Bank Catat NPL di Atas 5 Persen
Menariknya, data OJK mengungkapkan adanya sejumlah bank yang mencatat rasio NPL lebih dari 5 persen. Kondisi ini perlu menjadi perhatian khusus mengingat tingkat NPL yang tinggi dapat berdampak negatif pada kesehatan keuangan bank tersebut serta potensi risiko sistemik bagi industri perbankan secara keseluruhan.
Seorang pejabat OJK yang enggan disebutkan namanya mengingatkan, “Bank dengan rasio NPL tinggi wajib melakukan langkah-langkah mitigasi risiko secara cepat dan tepat agar tidak memperbesar tekanan pada likuiditas dan modal bank.”
Implikasi bagi Industri Perbankan dan Ekonomi Nasional
Kualitas aset yang menurun bisa mempengaruhi profitabilitas bank serta kepercayaan nasabah dan investor. Jika dibiarkan, peningkatan NPL yang signifikan dapat menekan kinerja industri perbankan dan berdampak pada stabilitas sistem keuangan nasional.
Ekonom dari Universitas Indonesia, Dr. Rini Wulandari, menilai bahwa kondisi ini harus menjadi alarm untuk meningkatkan pengawasan serta manajemen risiko di sektor perbankan.
“Peningkatan NPL, walaupun masih relatif terkendali, harus menjadi perhatian utama regulator dan bank itu sendiri agar tidak menimbulkan dampak domino yang merugikan ekonomi nasional,” ujar Dr. Rini.
Upaya OJK dalam Menjaga Stabilitas Perbankan
Otoritas Jasa Keuangan telah mengambil berbagai langkah proaktif untuk menjaga stabilitas industri perbankan, termasuk meningkatkan pengawasan terhadap bank yang memiliki rasio NPL tinggi serta mengawasi secara ketat pelaksanaan restrukturisasi kredit.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Anggraini, “Kami terus memantau perkembangan NPL dan LAR secara ketat, serta memberikan arahan kepada bank agar memperkuat manajemen risiko dan menjaga kualitas asetnya.”
Lebih lanjut Dian menambahkan, “Pengawasan ini penting agar sektor perbankan dapat terus berkontribusi positif pada perekonomian nasional dan mendukung pemulihan ekonomi.”
Strategi Bank dalam Mengendalikan NPL
Berbagai bank di Indonesia saat ini tengah gencar melakukan berbagai strategi untuk menekan angka NPL, seperti melakukan restrukturisasi kredit, memperketat proses penyaluran kredit, dan meningkatkan kualitas analisis risiko debitur.
Direktur Risiko PT Bank XYZ, Agus Santoso, menyatakan, “Kami terus memperbaiki sistem manajemen risiko dan melakukan pendekatan proaktif terhadap debitur yang berpotensi mengalami kesulitan pembayaran. Hal ini penting untuk menjaga kualitas portofolio kredit kami.”
Peran Teknologi dalam Mengelola Risiko Kredit
Selain strategi konvensional, penerapan teknologi finansial dan big data analytics juga mulai diterapkan oleh perbankan untuk memantau kesehatan kredit secara real time serta mengidentifikasi potensi risiko sejak dini.
Pengamat Teknologi Finansial, Linda Saraswati, mengungkapkan, “Pemanfaatan teknologi canggih sangat membantu bank dalam mengelola portofolio kredit secara lebih efisien dan mengurangi risiko kredit bermasalah.”
Prospek Industri Perbankan ke Depan
Meskipun terdapat tekanan pada kualitas aset, prospek industri perbankan Indonesia masih cukup optimis dengan dukungan pertumbuhan ekonomi domestik yang stabil serta kebijakan moneter yang kondusif.
Kepala Ekonom Bank ABC, Hendri Setiawan, mengatakan, “Sektor perbankan Indonesia masih memiliki ruang untuk tumbuh, namun kualitas aset harus terus dijaga agar fundamental industri tetap kuat dan mampu menopang pertumbuhan ekonomi nasional.”
Data OJK menunjukkan rasio NPL gross dan loan at risk mengalami kenaikan tipis, meski secara umum masih terkendali. Namun, perhatian khusus perlu diberikan kepada bank-bank dengan NPL di atas 5 persen untuk mencegah risiko sistemik dan menjaga kesehatan industri perbankan. Upaya pengawasan oleh OJK, peningkatan manajemen risiko oleh bank, serta pemanfaatan teknologi menjadi kunci dalam menjaga stabilitas dan daya tahan sektor perbankan ke depan.