Pendidikan

MK Tegaskan Hak Anak atas Pendidikan Gratis di Sekolah Negeri dan Swasta

MK Tegaskan Hak Anak atas Pendidikan Gratis di Sekolah Negeri dan Swasta
MK Tegaskan Hak Anak atas Pendidikan Gratis di Sekolah Negeri dan Swasta

JAKARTA  – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menetapkan kewajiban bagi pemerintah untuk membiayai pendidikan dasar sembilan tahun secara penuh dan gratis, tidak hanya di sekolah negeri, tetapi juga di sekolah swasta dan madrasah. Putusan ini muncul sebagai jawaban atas uji materi terhadap Pasal 34 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).

Putusan ini menciptakan tonggak penting dalam sejarah pendidikan nasional, dengan tujuan mewujudkan kesetaraan akses pendidikan dasar bagi seluruh anak Indonesia, terlepas dari latar belakang ekonomi maupun jenis sekolah yang dipilih.

Pendidikan Gratis 9 Tahun: Berlaku di Semua Jenis Sekolah

MK menyatakan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan pembiayaan penuh terhadap pendidikan dasar sembilan tahun, yaitu dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat. Hal ini mencakup sekolah negeri, sekolah swasta, hingga madrasah yang selama ini belum tersentuh pembiayaan penuh dari negara.

Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan menegaskan bahwa ketentuan Pasal 34 Ayat 2 UU Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

“Negara memiliki kewajiban konstitusional untuk membiayai pendidikan dasar secara penuh sesuai Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945,” tegas Suhartoyo dalam sidang.

Putusan MK: Sekolah Swasta Tidak Boleh Dikesampingkan

Selama ini, kebijakan pembiayaan pendidikan dasar oleh pemerintah lebih terfokus pada sekolah negeri. Padahal, berdasarkan data yang tersedia, tidak sedikit anak Indonesia mengenyam pendidikan di sekolah swasta atau madrasah swasta. Banyak dari sekolah ini menerima bantuan pemerintah melalui skema Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau beasiswa, namun pada praktiknya masih tetap memungut biaya dari peserta didik.

MK menilai kondisi tersebut menciptakan ketimpangan dalam akses pendidikan dasar. Hal ini bertentangan dengan semangat keadilan sosial sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi.

Meski begitu, Mahkamah Konstitusi menyadari adanya keterbatasan kemampuan fiskal negara, terutama dalam membiayai seluruh operasional pendidikan swasta sepenuhnya. Oleh karena itu, putusan MK juga memberikan ruang kompromi.

“Mahkamah tidak bisa serta merta melarang sekolah swasta memungut biaya sama sekali, karena menyadari kondisi kemampuan keuangan negara,” ujar Suhartoyo.

Skema Khusus bagi Sekolah Swasta

Sebagai bentuk solusi, Mahkamah meminta agar sekolah swasta menerapkan skema kemudahan pembiayaan bagi peserta didik. Tujuannya adalah untuk tetap menjamin hak konstitusional siswa tanpa memberatkan sekolah swasta yang secara kelembagaan tidak sepenuhnya dibiayai negara.

Kemudahan pembiayaan ini dapat berupa pengurangan biaya, subsidi silang, atau pembebasan biaya untuk siswa dari kelompok ekonomi rentan. Pemerintah juga diharapkan menyusun kebijakan anggaran yang mendukung implementasi skema ini secara bertahap dan berkeadilan.

Dampak Luas Bagi Dunia Pendidikan

Putusan Mahkamah Konstitusi ini disambut baik oleh berbagai kalangan, terutama pemerhati pendidikan dan organisasi masyarakat sipil. Mereka menilai keputusan ini akan memperluas cakupan wajib belajar yang inklusif, serta mengurangi angka putus sekolah akibat keterbatasan biaya.

Pendidikan dasar sembilan tahun yang benar-benar gratis akan memperkuat posisi Indonesia dalam pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya pada poin pendidikan berkualitas dan merata.

Menurut para ahli pendidikan, keberhasilan implementasi kebijakan ini akan sangat bergantung pada koordinasi lintas kementerian dan pemerintah daerah, serta keseriusan dalam pengawasan dan evaluasi pelaksanaan di lapangan.

Tantangan Implementasi

Meski putusan ini membawa angin segar, tantangan besar tetap membayangi. Salah satunya adalah kebutuhan anggaran tambahan yang besar bagi negara. Penghitungan ulang alokasi dana pendidikan, terutama Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan dan Dana BOS, perlu dilakukan agar tepat sasaran dan menjangkau sekolah-sekolah swasta yang selama ini belum menerima cukup dukungan.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Kementerian Keuangan diprediksi akan menjadi dua institusi kunci dalam menentukan bagaimana putusan ini dijalankan secara teknis.

Di sisi lain, sekolah-sekolah swasta juga akan ditantang untuk lebih transparan dalam pengelolaan dana, serta menyusun sistem administrasi yang sesuai dengan aturan pemerintah, jika ingin mendapatkan dukungan pembiayaan dari negara.

Pendidikan sebagai Hak, Bukan Komoditas

Putusan MK ini menegaskan bahwa pendidikan dasar adalah hak setiap warga negara, bukan komoditas yang hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu secara ekonomi. Negara, melalui kebijakan ini, dituntut hadir dan aktif memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan akses pendidikan berkualitas tanpa diskriminasi.

Langkah ini sejalan dengan amanat Pasal 31 UUD 1945, yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan negara wajib membiayai pendidikan dasar tanpa memandang status sosial.

Pemerintah kini dituntut untuk segera menyusun kebijakan turunan dan regulasi pelaksana dari putusan MK ini. Hal ini mencakup perencanaan anggaran, identifikasi sekolah swasta penerima dukungan, hingga pengawasan distribusi dana.

Masyarakat diimbau turut mengawal pelaksanaan putusan ini agar tidak berhenti di atas kertas. Peran orang tua, lembaga pendidikan, hingga media sangat penting untuk memastikan hak anak atas pendidikan dapat terpenuhi secara nyata.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index