JAKARTA — Pemerintah Indonesia menegaskan kembali peran strategis batubara dalam proses transisi energi nasional pada Energy and Mineral Forum 2025 yang berlangsung di Jakarta. Meskipun kebijakan energi nasional bergerak menuju pengurangan emisi karbon, batubara tetap menjadi pilar utama dalam menjaga ketahanan energi dan perekonomian nasional.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno, menjelaskan bahwa Indonesia masih memiliki cadangan batubara yang melimpah dan mampu menopang kebutuhan energi nasional hingga enam dekade ke depan. Hal ini sekaligus memastikan batubara tetap relevan dalam berbagai sektor, termasuk penciptaan lapangan kerja dan penerimaan negara.
“Cadangan batu bara Indonesia saat ini cukup untuk 60 tahun ke depan dengan asumsi produksi 600 juta ton per tahun. Artinya, batubara masih sangat relevan dan tetap punya peranan penting, baik dalam penciptaan lapangan kerja maupun kontribusi terhadap penerimaan negara,” ungkap Tri Winarno dalam diskusi panel bertema “Masa Depan Batubara: Hilirisasi, Gasifikasi, dan Strategi Exit yang Adil” seperti dikutip Rabu, 28 Mei 2025.
Hilirisasi Sebagai Amanat dan Kunci Nilai Tambah
Tri menegaskan bahwa hilirisasi batubara menjadi amanat Pasal 102 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Peningkatan Nilai Tambah (PNT). Pemerintah secara aktif mendorong pembangunan proyek hilirisasi di berbagai daerah untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dan memperkuat rantai pasok industri energi nasional.
“Pemerintah terus mendorong pembangunan proyek-proyek pengolahan dan pemurnian batubara guna memperpanjang rantai pasok industri energi nasional. Ini bukan hanya soal meningkatkan nilai ekonomis, tapi juga soal menciptakan lapangan kerja dan mengoptimalkan kontribusi sektor energi terhadap negara,” tambahnya.
Fokus pada Teknologi Bersih: CCS dan CCUS
Selain hilirisasi, pemerintah juga menggenjot pemanfaatan teknologi ramah lingkungan dalam pengelolaan batubara. Sejak 2021 hingga 2024, pemerintah telah menerbitkan 30 izin pemanfaatan data kepada 12 kontraktor untuk mendukung studi dan pengembangan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) serta Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS).
“Kita harus realistis bahwa transisi menuju energi rendah emisi adalah proses yang tidak instan. Maka dari itu, clean coal technology menjadi jalan tengah yang perlu dikembangkan agar batu bara tetap bisa digunakan secara berkelanjutan,” ujar Tri.
Teknologi CCS dan CCUS diyakini dapat mengurangi emisi karbon dari pembakaran batubara secara signifikan, sehingga batubara bisa terus digunakan tanpa mengorbankan target pengurangan emisi nasional.
Mendorong Iklim Investasi untuk Transformasi Energi
Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, yang juga hadir dalam forum tersebut, menekankan pentingnya menciptakan iklim investasi yang kondusif. Langkah ini menjadi kunci percepatan transformasi energi nasional yang berkelanjutan.
“Visi Presiden terpilih Prabowo Subianto sangat jelas: ketahanan energi adalah prioritas utama pembangunan nasional. Oleh sebab itu, kita harus memastikan iklim investasi yang mendukung percepatan transformasi energi, termasuk di sektor batubara,” tegas Bahlil.
Menurut Bahlil, dukungan investasi sangat vital untuk mengembangkan hilirisasi batubara dan teknologi bersih, sehingga Indonesia dapat mengoptimalkan sumber daya alamnya sambil menjaga keberlanjutan lingkungan.
Batubara dan Ketahanan Energi Nasional
Indonesia sebagai negara dengan cadangan batubara terbesar di dunia, memiliki posisi strategis dalam peta energi global. Batubara tidak hanya menjadi sumber energi utama bagi pembangkit listrik, tetapi juga menyumbang besar terhadap stabilitas ekonomi nasional melalui penerimaan pajak dan penciptaan lapangan kerja.
Data resmi Kementerian ESDM menyebutkan, dengan produksi sekitar 600 juta ton per tahun, cadangan batubara Indonesia bisa memenuhi kebutuhan energi selama 60 tahun ke depan. Hal ini memperkuat posisi batubara sebagai energi andalan sekaligus aset nasional.
Tantangan dan Peluang di Era Transisi Energi
Meski demikian, pemerintah menyadari tantangan besar dalam mengelola sumber daya batubara di tengah target pengurangan emisi karbon. Upaya hilirisasi dan penerapan teknologi bersih di sektor batubara menjadi langkah strategis untuk menjembatani kebutuhan energi dengan keberlanjutan lingkungan.
Pengembangan proyek hilirisasi, seperti pabrik gasifikasi batubara dan pembangkit listrik berbasis teknologi clean coal, diharapkan dapat menambah nilai tambah serta membuka peluang kerja baru di daerah-daerah penghasil batubara.
Batubara tetap menjadi energi utama bagi Indonesia dalam menjaga ketahanan energi dan perekonomian nasional. Pemerintah melalui Kementerian ESDM terus mendorong hilirisasi dan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan untuk memastikan batubara dapat digunakan secara berkelanjutan dan berkontribusi positif pada target energi rendah emisi.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Tri Winarno menegaskan, “Dengan cadangan yang melimpah dan langkah hilirisasi serta teknologi bersih, batubara akan tetap menjadi pilar penting energi Indonesia selama puluhan tahun ke depan.”
Sementara itu, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menambahkan, “Menciptakan iklim investasi yang kondusif menjadi kunci percepatan transformasi energi, sesuai visi Presiden terpilih yang menjadikan ketahanan energi sebagai prioritas pembangunan nasional.”
Dengan dukungan kebijakan dan investasi yang tepat, Indonesia optimis dapat melewati masa transisi energi tanpa mengorbankan ketahanan energi dan pertumbuhan ekonomi nasional.