JAKARTA – Di tengah gempuran tren kuliner modern, salah satu kuliner tradisional khas Kabupaten Purbalingga terus bertahan dan bahkan semakin digemari soto kriyik. Hidangan berkuah santan yang gurih dengan rempah-rempah khas ini telah menjadi bagian dari identitas budaya lokal selama lebih dari lima dekade.
Soto kriyik bukan hanya soal rasa, tetapi juga cerita. Dikenal sejak akhir tahun 1960-an, kuliner ini awalnya dijajakan secara sederhana dengan menggunakan gerobak keliling di wilayah perkotaan dan pedesaan. Seiring waktu, popularitasnya terus meningkat hingga kini menjadi sajian favorit lintas generasi di Purbalingga.
Cita Rasa Khas yang Tak Tergantikan
Keunikan utama dari soto kriyik terletak pada kuah santan kental yang menjadi basis utama rasa. Santan ini diolah dengan teknik khusus yang memakan waktu 4–5 jam pengadukan terus-menerus, menggunakan kayu sebagai pengaduk untuk menjaga kestabilan panas dan rasa.
Perpaduan rempah seperti kemiri, ketumbar, kunyit, dan bawang menjadi kunci dari aroma yang menggoda. Kuah kemudian disiramkan di atas isian utama berupa suwiran ayam kampung, tauge, dan sejumput koya gurih yang terbuat dari campuran kerupuk udang dan kelapa parut sangrai.
Dari sinilah muncul nama "kriyik", yang berasal dari suara renyahnya koya dan kerupuk saat bercampur dengan kuah panas, menciptakan sensasi kriyik-kriyik ketika disantap.
Seorang pedagang yang sudah menekuni usaha soto kriyik selama puluhan tahun menjelaskan, “Rahasia kenikmatan soto kriyik ada pada keseimbangan antara santan dan rempah. Kalau terlalu banyak santan, bisa eneg. Tapi kalau kurang rempah, jadi hambar.”
Fleksibel dan Disesuaikan Selera
Hal lain yang membuat soto kriyik disukai masyarakat luas adalah fleksibilitas penyajiannya. Penikmat bisa menyesuaikan jumlah kuah, tingkat kepedasan sambal, hingga banyaknya koya yang ditaburkan. Bahkan, beberapa warung menyediakan tambahan seperti telur pindang, emping melinjo, hingga jerohan ayam bagi pelanggan yang ingin pengalaman makan lebih ‘komplit’.
Di Purbalingga, soto kriyik bukan sekadar makanan harian, tapi juga sering menjadi menu wajib dalam acara keluarga, hajatan, hingga menu andalan saat menerima tamu dari luar kota.
Penggerak Ekonomi Lokal
Keberadaan soto kriyik juga memiliki dampak nyata pada ekonomi lokal dan pariwisata kuliner di Purbalingga. Berdasarkan data internal pemerintah daerah, tercatat lebih dari 50 warung soto kriyik tersebar di berbagai kecamatan, dengan rata-rata omzet harian yang cukup menjanjikan.
Banyak dari usaha tersebut digerakkan oleh keluarga dan pelaku UMKM yang secara konsisten menjaga resep turun-temurun. Beberapa warung bahkan sudah dikenal secara nasional karena kualitas rasa yang autentik dan pelayanan yang khas.
Seorang pengusaha soto kriyik generasi kedua menyebutkan, “Soto kriyik ini sudah jadi warisan keluarga kami. Setiap hari bisa habis ratusan porsi. Banyak pelanggan dari luar kota yang sengaja datang hanya untuk makan di sini.”
Pengakuan Sebagai Kuliner Warisan
Sebagai bentuk pelestarian kuliner tradisional, pemerintah daerah telah menetapkan soto kriyik sebagai bagian dari warisan budaya kuliner lokal. Penetapan tersebut dilakukan sebagai bentuk pengakuan atas nilai sejarah dan budaya yang melekat pada soto kriyik, sekaligus dorongan agar generasi muda turut melestarikannya.
“Ini bukan sekadar makanan, tapi bagian dari identitas kita sebagai orang Purbalingga. Anak-anak muda sekarang harus bisa ikut bangga dan menjaga cita rasa ini tetap hidup,” ujar salah satu tokoh pemerhati budaya lokal.
Upaya pelestarian ini dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti festival kuliner daerah, pelatihan usaha mikro, hingga promosi digital yang melibatkan pelaku usaha kuliner tradisional.
Adaptasi Zaman Tanpa Menghilangkan Tradisi
Meski berbasis tradisi, sebagian pelaku usaha soto kriyik mulai melakukan inovasi dalam pemasaran dan pelayanan. Beberapa warung kini telah memanfaatkan media sosial dan platform digital untuk memperluas jangkauan pelanggan. Ada pula yang menyediakan layanan pesan antar hingga opsi kemasan beku (frozen food) bagi pelanggan luar daerah.
Namun, meski berinovasi, resep dasar tetap dijaga ketat. Proses memasak yang masih mempertahankan teknik tradisional dinilai menjadi faktor utama mengapa soto kriyik tetap dicintai.
Daya Tarik Wisatawan
Bagi wisatawan yang datang ke Purbalingga, mencicipi soto kriyik sering kali menjadi agenda wajib. Cita rasa yang unik dan suasana warung yang masih mempertahankan nuansa lokal membuat pengalaman kuliner ini terasa otentik.
“Soto kriyik ini beda banget dari soto lain. Bumbunya kuat, tapi tetap ringan dimakan. Setiap ke Purbalingga, saya pasti mampir,” kata seorang wisatawan yang rutin berkunjung ke kota ini.
Beberapa destinasi wisata di Purbalingga bahkan sudah menyatu dengan lokasi warung soto kriyik, menciptakan sinergi antara wisata alam dan wisata kuliner.
Soto kriyik bukan sekadar makanan khas, melainkan bagian dari jati diri masyarakat Purbalingga. Lebih dari 50 tahun bertahan, kuliner ini tidak hanya menjadi kebanggaan lokal, tetapi juga sumber penghidupan bagi banyak keluarga.
Dengan rasa autentik, cara penyajian yang fleksibel, dan nilai historis yang tinggi, soto kriyik terbukti mampu beradaptasi tanpa kehilangan identitas. Ke depan, pelestarian dan inovasi diharapkan terus berjalan beriringan, sehingga kuliner khas ini tetap eksis dan dikenal luas hingga lintas generasi.
Jika Anda berkunjung ke Purbalingga, pastikan soto kriyik menjadi salah satu tujuan utama Anda. Rasakan cita rasa lokal yang menggoda dan kisah panjang yang tersaji dalam semangkuk kehangatan.