JAKARTA - Indonesia bersiap untuk memperkuat posisi sebagai eksportir listrik bersih ke Singapura, mengikuti permintaan energi terbarukan yang terus meningkat di negara tetangga. Kesepakatan kolaborasi ini membuka peluang investasi besar serta mempercepat pengembangan kawasan industri hijau di Kepulauan Riau.
Komitmen Ekspor Listrik Bersih 3,4 GW
Indonesia dan Singapura telah sepakat untuk memasok listrik bersih dengan kapasitas hingga 3,4 gigawatt (GW) ke Singapura dalam jangka waktu hingga 2035. Kesepakatan ini juga meliputi pengembangan kawasan industri hijau di wilayah Bintan, Batam, dan Karimun di Kepulauan Riau, yang diharapkan menjadi pusat produksi energi hijau.
Total nilai investasi dalam proyek ini diperkirakan lebih dari US$10 miliar atau sekitar Rp162,67 triliun. Dana ini akan digunakan untuk membangun rantai pasok panel surya, mematenkan teknologi penangkapan karbon (carbon capture and storage/CCS), dan mendukung pengembangan kawasan industri hijau.
29 Perusahaan Siap Dukung Ekspor Listrik Hijau
Ketua Umum Terpilih Himpunan Kawasan Industri (HKI), Akhmad Maruf, menjelaskan bahwa 29 perusahaan di Kepulauan Riau telah siap berperan aktif dalam pengembangan ekosistem energi baru terbarukan (EBT). "Sudah ada 29 perusahaan untuk bikin renewable, dan itu hilirisasi sampai integrated semuanya end-to-end," ungkap Akhmad.
Menurutnya, pemerintah Indonesia mewajibkan Singapura untuk mengembangkan industri solar panel di Indonesia terlebih dahulu sebelum melakukan impor listrik dari negara ini. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat industri domestik sekaligus meningkatkan nilai tambah ekspor.
Potensi Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja
Ekspor listrik hijau dapat memberikan dampak ekonomi signifikan bagi Indonesia. Pendapatan devisa diperkirakan mencapai US$4,2 miliar hingga US$6 miliar setiap tahun, dengan penerimaan pajak penghasilan antara US$210 juta hingga US$600 juta.
Selain itu, proyek ini diproyeksikan mampu membuka lapangan kerja bagi sekitar 80.000 pekerja, memperkuat ekonomi daerah dan nasional secara keseluruhan.
Singapura Catat Rekor Tertinggi Energi Terbarukan
Di sisi lain, Singapura mencatat rekor porsi energi terbarukan tertinggi dalam bauran energi nasionalnya, mencapai 2,58% pada bulan Mei. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan impor energi hijau dan produksi listrik tenaga surya secara domestik.
Produksi tenaga surya di Singapura menunjukkan peningkatan tercepat sejak Maret tahun sebelumnya, sementara impor energi terbarukan meningkat secara berturut-turut selama tiga bulan terakhir, menandai peningkatan keseriusan dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Strategi Energi Bersih Singapura
Saat ini, sekitar 95% kapasitas pembangkit listrik Singapura masih mengandalkan gas alam. Namun, dengan permintaan listrik yang terus tumbuh, terutama dari sektor pusat data, Singapura berencana memenuhi kebutuhan listrik sebesar 6 GW melalui impor listrik hijau pada 2035.
Selama lima bulan pertama tahun ini, Singapura sudah mengimpor 122,7 juta kWh listrik bersih, setara dengan 0,52% dari total produksi listrik nasional, padahal tahun sebelumnya belum ada impor listrik sama sekali pada periode yang sama.
Kerja Sama Lintas Negara dalam Perdagangan Listrik
Singapura memiliki dua proyek perdagangan listrik lintas negara aktif, yaitu proyek Lao PDR–Thailand–Malaysia–Singapore (LTMS) sebesar 200 MW dan proyek Energy Exchange Malaysia (ENEGEM) sebesar 50 MW bersama Tenaga Nasional Berhad, perusahaan utilitas milik negara Malaysia.
Meskipun diskusi terkait perpanjangan proyek LTMS masih berlangsung, terutama mengenai biaya transmisi, kerja sama ini menandai langkah penting dalam penguatan rantai energi hijau regional.
Tantangan dan Peluang ke Depan
Kolaborasi antara Indonesia dan Singapura di bidang energi terbarukan menjadi tonggak penting dalam mendukung transisi energi yang berkelanjutan di Asia Tenggara. Indonesia mendapat peluang besar tidak hanya untuk memperluas pasar ekspor listrik hijau, tetapi juga untuk mendorong investasi dan penciptaan lapangan kerja di sektor energi terbarukan.
Akhmad Maruf menegaskan, “Kerja sama ini merupakan peluang besar untuk memperkuat ekosistem energi hijau Indonesia sekaligus membuka pintu ekspor yang lebih luas. Semua pihak harus bersinergi agar target-target ambisius ini tercapai dengan baik.”
Dengan upaya serius dari kedua negara dalam membangun infrastruktur, mematangkan teknologi, dan memperkuat rantai pasok, diharapkan masa depan energi bersih di kawasan ini akan semakin cerah dan mampu membawa manfaat ekonomi serta lingkungan yang berkelanjutan.