JAKARTA - Musim kemarau yang mulai berlangsung tidak menghambat aktivitas pertanian di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Justru, bagi sebagian petani, kemarau menjadi waktu ideal untuk menanam komoditas unggulan: bawang merah. Di sejumlah wilayah, terutama di Desa Tuyuhan, Kecamatan Pancur, para petani telah memulai kegiatan tanam untuk masa tanam (MT) 2025.
Informasi tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Pangan (Dintanpan) Kabupaten Rembang, Fajar Riza Dwi Sasongko. Saat dihubungi, ia mengungkapkan bahwa musim tanam bawang merah di wilayahnya memang secara umum berlangsung pada musim kemarau.
"Petani mulai menanam bawang merah untuk MT 2025 ini sejak April - Mei kemarin. Penanaman tersebar di 12 kecamatan, kecuali kecamatan Rembang dan Lasem," jelas Fajar.
Dengan kondisi iklim yang mendukung dan pengalaman bertahun-tahun, petani di Rembang menjadikan bawang merah sebagai komoditas yang konsisten ditanam di musim kering.
80 Hektar Sudah Tertanam Hingga Akhir Juni
Hingga akhir Juni 2025, luas lahan bawang merah yang telah ditanami tercatat mencapai 80 hektar di seluruh Kabupaten Rembang. Fajar menyampaikan bahwa angka ini dapat terus bertambah, mengingat musim tanam masih berlangsung di beberapa daerah. Ia juga menegaskan pentingnya pengolahan lahan yang baik agar penanaman tetap berhasil, terutama di tengah kondisi cuaca yang disebut sebagai "kemarau basah".
Cuaca yang masih menyisakan kelembaban, lanjutnya, justru membawa tantangan tersendiri karena rentan memunculkan organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti jamur.
“Cuaca yang lembab berpotensi munculnya organisme pengganggu tanaman (OPT), khususnya jamur. Dengan demikian, pemantauan penanaman harus dilaksanakan secara intensif,” ujarnya.
Dengan perawatan dan pemantauan yang tepat, musim tanam di tengah kemarau tetap bisa memberikan hasil maksimal.
Panen dalam Tiga Bulan, Pasar Luas hingga Jakarta
Tanaman bawang merah diperkirakan siap dipanen dalam waktu tiga bulan setelah masa tanam. Artinya, panen hasil MT 2025 akan mulai dirasakan petani sekitar Juli hingga Agustus mendatang. Komoditas ini tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal di Kabupaten Rembang, tetapi juga menyasar pasar luar daerah, termasuk Jakarta.
“Hasil panen bawang merah dipasarkan tidak hanya di wilayah lokal Rembang saja, tetapi juga ke luar kota hingga ke Jakarta,” terang Fajar.
Salah satu jalur pemasaran rutin yang difasilitasi pemerintah daerah adalah melalui Pasar Tani yang digelar oleh Dintanpan. Kegiatan ini menjadi wadah penghubung antara petani dan konsumen secara langsung.
"Produk bawang merah dari Kecamatan Sumber rutin dipasarkan melalui Pasar Tani yang diselenggarakan oleh Dintanpan Rembang. Ini sebagai upaya mempertemukan langsung petani dengan konsumen," imbuh Fajar.
Harga Jual Naik Turun, Petani Harus Cermat
Meskipun potensi panen menjanjikan, harga bawang merah cenderung fluktuatif. Fajar mengungkapkan bahwa saat ini harga di tingkat petani berkisar Rp30 ribu per kilogram. Sementara itu, harga eceran di pasar dapat mencapai Rp35 ribu hingga Rp40 ribu per kilogram.
"Saat ini, harga di tingkat petani berkisar Rp30 ribu per kilogram, sedangkan harga eceran di pasar mencapai Rp35-40 ribu per kilogram,” jelasnya.
Kondisi pasar yang tidak stabil menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi para petani. Mereka perlu lebih cermat dalam menentukan waktu panen dan strategi distribusi agar tetap memperoleh keuntungan yang optimal.
Capaian Tahun Lalu Menjadi Optimisme Tahun Ini
Sebagai gambaran,luas lahan tanam bawang merah di Kabupaten Rembang tercatat mencapai 124,50 hektar. Dari luasan tersebut, total produksi berhasil mencapai 9.691 kuintal, dengan produktivitas rata-rata 77,84 kuintal per hektar.
Angka ini menjadi indikator positif bagi Dinas Pertanian dan para petani, bahwa potensi produksi tahun ini juga bisa mendekati atau bahkan melampaui pencapaian sebelumnya.
Bawang Merah Tetap Jadi Komoditas Strategis
Bawang merah tetap menjadi komoditas unggulan dan strategis bagi Kabupaten Rembang, khususnya saat memasuki musim kemarau. Meskipun tantangan iklim dan hama tetap mengintai, dengan pengolahan lahan yang baik dan dukungan pemasaran dari pemerintah, para petani masih melihat bawang merah sebagai pilihan utama.
Ke depan, konsistensi produksi dan diversifikasi pasar menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara hasil dan harga. Musim kemarau bukanlah hambatan, melainkan justru peluang bagi petani Rembang untuk membuktikan ketangguhannya dalam menjaga ketahanan pangan lokal dan nasional.