GAS

ESDM Tegaskan Produksi Gas Dalam Negeri Prioritas Utama Industri

ESDM Tegaskan Produksi Gas Dalam Negeri Prioritas Utama Industri
ESDM Tegaskan Produksi Gas Dalam Negeri Prioritas Utama Industri

Berikut sudut pandang baru dengan lead berbeda, tetap mempertahankan isi dan kutipan asli. Saya buat sekitar 800 kata dan judul inti 10 kata.

JAKARTA - Ketergantungan pada impor gas alam cair (LNG) untuk kebutuhan industri di Indonesia masih menjadi perbincangan hangat. Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa saat ini impor LNG bukanlah langkah mendesak. Pemerintah masih mengedepankan pemanfaatan sumber daya gas domestik sebagai prioritas utama.

Ketua Satgas Percepatan Peningkatan Produksi/Lifting Migas Nanang Abdul Manaf menyatakan bahwa pemerintah fokus mengoptimalkan produksi gas dalam negeri. “Kami lagi tidak memikirkan impor. Kami [memikirkan] bagaimana caranya memenuhi [produksi] dalam negeri,” ujarnya saat ditemui di kantor Kementerian ESDM.

Pernyataan Nanang ini muncul sebagai tanggapan terhadap wacana yang diangkat Kementerian Perindustrian (Kemenperin), yang menilai impor gas bisa menjadi opsi untuk mengatasi tingginya harga gas domestik dan memenuhi kebutuhan industri.

Potensi dan Tantangan Gas Domestik

Meskipun harga gas domestik saat ini relatif tinggi, Nanang memastikan bahwa cadangan gas di dalam negeri masih melimpah. Tantangannya bukan soal ketersediaan sumber daya, melainkan bagaimana mengelola produksi dan distribusi agar lebih optimal. “Sudah cukup [pasokan gas], cuma tinggal menatanya,” jelas Nanang.

Sementara itu, Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, membuka kemungkinan impor gas jika memang sangat dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan usaha industri. “Kalau ini [gas] di dalam negeri tidak mencukupi, ini [impor] kita akan buka untuk ini kebutuhan industri,” katanya di kantor Kementerian ESDM, Jumat (20/6/2025).

Namun, Yuliot juga menekankan bahwa kebijakan ini akan mempertimbangkan aspek keekonomian. Pasalnya, ketersediaan gas sangat menentukan kelangsungan aktivitas industri, baik sebagai bahan baku maupun sumber energi pembangkit listrik. “Kalau industri tidak ada bahan baku yang berasal dari gas, ya kemudian itu juga untuk bahan bakar atau ini digunakan untuk pemakaian listrik itu tidak ada, akhirnya kan kegiatan industri nya berhenti, jadi kita akan melihat pemanfaatan ekonominya,” jelasnya.

Pengalihan Alokasi dan Upaya Pemerintah

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah memprioritaskan produk gas nasional untuk memenuhi kebutuhan domestik. Kondisi defisit pasokan gas domestik dalam beberapa tahun terakhir membuat pemerintah harus melakukan pengalihan alokasi LNG yang semula untuk ekspor. “Kita juga harus ingat bahwa teman-teman K3S [kontraktor kontrak kerja sama] ini sebelum melakukan develop terhadap wilayah kerja mereka itu mereka sudah mencari market captive-nya dan itu kontraknya panjang,” ujarnya.

Bahlil mengakui ada ketidaktelitian perencanaan antara permintaan dan pasokan domestik dalam beberapa tahun terakhir. Namun, ia mengimbau agar tidak saling menyalahkan. Sebagai solusi, sebagian kontrak ekspor dipangkas demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. “Ini semua dalam rangka mewujudkan apa menjadi program pemerintah,” tegasnya.

Solusi Terbatas dan Strategi Jangka Panjang

Pri Agung Rakhmanto, Founder & Advisor Research Institute for Mining and Energy Economics (ReforMiner Institute), mengungkapkan bahwa impor LNG secara terbatas bisa menjadi salah satu solusi untuk menjamin pasokan gas tanpa mengorbankan volume ekspor. “Dalam hal ini, terbatas, misal untuk BUMN, seperti PGN karena PGN dalam hal ini kan memang menguasai lebih dari 80%—90% infrastruktur dan jaringan transmisi distribusi gas bumi di Tanah Air,” katanya.

Pri menjelaskan bahwa pengalihan ekspor LNG untuk kebutuhan domestik tidak selalu bisa dilakukan secara bebas karena keterbatasan volume dan adanya kontrak ekspor jangka panjang. Lebih lanjut, harga domestik yang lebih rendah bisa mengganggu keekonomian pengembangan lapangan gas dan penerimaan negara. “Ekspor agar bisa tetap jalan dengan harga pasar karena dari ekspor itu ada bagian penerimaan negara, semakin tinggi harga ekspor, penerimaan negara semakin besar juga,” tambahnya.

Jika kebijakan impor LNG dibuka khusus untuk BUMN seperti PGN, peluang mendapatkan gas impor dengan harga lebih kompetitif cukup besar mengingat pasokan LNG global saat ini relatif melimpah, termasuk dari Amerika Serikat, Qatar, Malaysia, dan Australia. “Ada LNG dari AS, Qatar, Malaysia, dan juga Australia yg sama-sama mencari peluang pasar di Asia Pasifik,” ujar Pri.

Ketersediaan LNG impor juga bisa membantu menjamin keberlanjutan pasokan bagi PGN tanpa bergantung pada alokasi ekspor maupun produksi domestik. Hal ini menjadi pertimbangan penting dalam menjaga stabilitas pasokan gas untuk kebutuhan industri.

Menghadapi Masa Depan Energi Indonesia

Secara keseluruhan, pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM menunjukkan komitmen kuat untuk memprioritaskan pemanfaatan sumber daya gas dalam negeri terlebih dahulu. Impor gas masih dianggap opsi darurat yang akan digunakan jika benar-benar diperlukan. Strategi pengelolaan pasokan domestik yang lebih baik diharapkan mampu memenuhi kebutuhan industri dan menjaga keberlanjutan produksi migas nasional.

Ketegasan ESDM ini sekaligus menjadi sinyal positif bagi industri dan pemangku kepentingan bahwa pemerintah serius mengembangkan potensi energi domestik sebagai pondasi ketahanan energi nasional, sekaligus mengantisipasi gejolak pasar global yang bisa memengaruhi harga dan pasokan energi.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index