KAI

KAI Uji Coba Sistem Keselamatan Baru di Semarang

KAI Uji Coba Sistem Keselamatan Baru di Semarang
KAI Uji Coba Sistem Keselamatan Baru di Semarang

JAKARTA - Upaya peningkatan keselamatan transportasi kereta api terus dilakukan. Kali ini, sebuah inovasi berbasis teknologi dikembangkan untuk mengatasi risiko kecelakaan yang kerap terjadi di perlintasan sebidang. PT Kereta Api Indonesia (KAI) bersama Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Kota Semarang, belum lama ini, melakukan uji coba sistem panic button di perlintasan sebidang Jalan Madukoro, Kota Semarang.

Inisiatif ini diluncurkan sebagai bentuk respons terhadap tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kereta api dan kendaraan di titik-titik perlintasan sebidang. Penerapan teknologi ini diharapkan menjadi standar baru dalam keselamatan perjalanan kereta di Indonesia.

Respon Inovatif atas Ancaman di Perlintasan Sebidang

Perlintasan sebidang selama ini dikenal sebagai titik rawan kecelakaan dalam operasional perjalanan kereta api. Manager Humas KAI Daop 4 Semarang, Franoto Wibowo, menuturkan bahwa sistem panic button dikembangkan untuk menjawab kondisi tersebut.

“Sebab, perlintasan sebidang menjadi salah satu titik rawan dalam perjalanan kereta api,” ujar Franoto. Menurutnya, risiko di lapangan semakin meningkat seiring peningkatan kecepatan kereta api yang kini bisa melaju hingga 120 kilometer per jam, khususnya setelah beroperasinya jalur ganda.

Selama ini, upaya penanganan situasi darurat di perlintasan bergantung pada tindakan cepat petugas lapangan. “Selama ini, petugas perlintasan hanya mengandalkan kemampuan fisik berlari ke arah datangnya kereta membawa bendera merah untuk menghentikan kereta dalam kondisi darurat. Dengan hadirnya sistem ini, cukup dengan menekan tombol panic button, sinyal darurat akan langsung dikirimkan kepada masinis,” jelas Franoto.

Teknologi yang Dirancang Sesuai Kebutuhan Darurat

Sistem panic button ini terdiri atas tiga komponen utama: tombol darurat, panel kontrol (panel box), serta perangkat lampu dan sirine darurat. Ketiganya dirancang untuk bekerja secara otomatis dan terintegrasi guna memberikan peringatan dini kepada masinis dalam kondisi tertentu.

“Lampu darurat ini dipasang sejauh satu kilometer di kiri dan kanan pos jaga perlintasan. Jarak ini memperhitungkan kebutuhan waktu dan ruang bagi masinis untuk melakukan pengereman darurat secara optimal,” kata Franoto.

Dalam situasi normal, lampu indikator akan mati, menandakan bahwa lintasan aman dilalui. Namun, jika terjadi gangguan di lintasan seperti kendaraan mogok atau hambatan lain, petugas tinggal menekan tombol darurat. Begitu tombol ditekan, lampu akan menyala merah dan berkedip, disertai bunyi sirine.

Sinyal visual dan audio ini menjadi peringatan bagi masinis untuk segera menghentikan laju kereta guna mencegah tabrakan.

Dari Manual ke Digital: Evolusi Sistem Keselamatan

Salah satu nilai penting dari pengembangan sistem ini adalah transisi dari cara manual ke sistem digital berbasis teknologi. Jika sebelumnya keselamatan di perlintasan hanya mengandalkan pengamatan visual dan fisik petugas lapangan, kini langkah penyelamatan bisa dilakukan dalam hitungan detik dengan efisiensi lebih tinggi.

“Inovasi ini merupakan bagian dari transformasi sistem keselamatan berbasis teknologi. Kami harap, panic button dapat menjadi standar baru dalam penanganan situasi darurat di perlintasan sebidang,” tegas Franoto.

Penerapan sistem ini menunjukkan bahwa KAI dan DJKA tidak hanya fokus pada perluasan jalur atau peningkatan kapasitas kereta, tetapi juga serius dalam menekan angka kecelakaan dan meningkatkan aspek keselamatan masyarakat.

Bagian dari Peta Jalan Keselamatan Transportasi

Uji coba sistem panic button di Semarang adalah bagian dari peta jalan modernisasi transportasi nasional yang terus digaungkan oleh pemerintah melalui DJKA dan berbagai pemangku kepentingan lainnya. Selain Kota Semarang, teknologi ini direncanakan akan diterapkan di sejumlah titik rawan perlintasan sebidang lainnya di seluruh Indonesia.

Kecelakaan di perlintasan sebidang sering kali terjadi karena keterbatasan waktu reaksi dan tidak adanya sistem peringatan dini yang efektif. Kehadiran tombol darurat yang dapat langsung berkomunikasi dengan masinis menjadi solusi yang tepat di tengah lalu lintas yang makin padat.

Tantangan ke Depan: Edukasi dan Penegakan Hukum

Meski sistem ini menjanjikan peningkatan keselamatan, namun kesuksesannya tetap memerlukan dukungan masyarakat. Edukasi tentang pentingnya disiplin berkendara, kesadaran menjaga area lintasan bebas dari hambatan, hingga kepatuhan pada rambu lalu lintas tetap menjadi faktor kunci.

Teknologi canggih sekalipun tidak akan efektif jika masyarakat tidak terlibat aktif. Oleh karena itu, pelatihan bagi petugas jaga, kampanye keselamatan, dan penegakan hukum bagi pelanggar juga perlu menjadi bagian dari pendekatan keseluruhan.

Penutup: Menuju Transportasi yang Lebih Aman

Kehadiran sistem panic button di perlintasan sebidang Jalan Madukoro Semarang menjadi langkah kecil namun berarti dalam menciptakan ekosistem transportasi yang lebih aman dan modern. Uji coba ini menjadi penanda keseriusan KAI dan DJKA dalam menghadirkan inovasi berbasis kebutuhan nyata di lapangan.

Dengan pengembangan berkelanjutan dan integrasi teknologi yang semakin luas, sistem keselamatan seperti ini diharapkan dapat diterapkan lebih luas dan menjadi standar nasional di masa depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index