JAKARTA - Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, yaitu mencapai 24 gigawatt (GW). Namun, hingga kini pemanfaatan energi panas bumi untuk energi baru terbarukan (EBT) baru mencapai sekitar 12 persen saja. Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Julfi Hadi, menyayangkan lambatnya pengembangan sumber energi ini meski sudah dibicarakan selama lebih dari 30 tahun.
“Sudah lebih dari 30 tahun kita bicara soal panas bumi, tapi perkembangannya masih belum optimal,” kata Julfi dalam Indonesia International Geothermal Workshop (IIGW) 2025, Rabu, 2 Juli 2025.
Paradigma dan Model Bisnis yang Perlu Pembaruan
Julfi menilai salah satu penyebab utama stagnasi pengembangan panas bumi adalah paradigma dan model bisnis yang sudah ketinggalan zaman. Menurutnya, dibutuhkan pendekatan baru yang lebih progresif dan terintegrasi agar pemanfaatan panas bumi tidak hanya berfungsi sebagai sumber listrik ramah lingkungan, tetapi juga mendorong industrialisasi hijau serta kesejahteraan masyarakat.
“Kalau dikelola dengan cara baru, panas bumi bisa jadi fondasi industri besar di Indonesia,” jelas Julfi.
Tantangan dalam Pengembangan Panas Bumi
Meski berpotensi besar, pengembangan panas bumi di Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan seperti tingginya risiko eksplorasi, besarnya biaya investasi, dan keterbatasan jaringan transmisi listrik. Untuk itu, Julfi mengusulkan pengembangan secara bertahap (staged development) agar risiko dapat diminimalkan dan proyek dapat lebih cepat beroperasi.
Selain itu, Julfi menggarisbawahi perlunya adopsi teknologi canggih seperti modular power plant, co-generation, dan electrical submersible pumps. Teknologi-teknologi ini diyakini dapat mempercepat jadwal komersialisasi proyek (Commercial Operational Date/COD) dan meningkatkan efisiensi produksi panas bumi.
Insentif dan Dukungan Pemerintah
Julfi menyampaikan bahwa API saat ini tengah berkolaborasi dengan Kementerian ESDM untuk merumuskan skema insentif fiskal dan non-fiskal yang lebih menarik bagi pengembang panas bumi. “Tujuannya agar pengembang bisa menekan capital dan operational expenditure sekaligus meningkatkan efisiensi serta nilai ekonomi proyek,” katanya.
Pentingnya Infrastruktur Supergrid untuk Masa Depan Energi
Pengembangan jaringan transmisi berskala besar atau supergrid menjadi salah satu faktor krusial agar energi panas bumi dapat berperan sebagai tulang punggung transisi energi nasional. Julfi menegaskan bahwa jika supergrid dapat diwujudkan, panas bumi akan menjadi pilar utama dalam ketahanan energi bersih di Indonesia.
“Kalau supergrid bisa diwujudkan, panas bumi akan jadi tulang punggung energi bersih Indonesia,” ujarnya.
Dengan potensi sebesar itu, pengelolaan panas bumi harus didukung oleh sinergi berbagai pihak, agar Indonesia bisa mewujudkan energi bersih berkelanjutan sekaligus meningkatkan nilai ekonomi nasional.