BATUBARA

Batubara Masih Menjanjikan, Saham Ini Layak Dikoleksi

Batubara Masih Menjanjikan, Saham Ini Layak Dikoleksi
Batubara Masih Menjanjikan, Saham Ini Layak Dikoleksi

JAKARTA - Kinerja ekspor batubara Indonesia mengalami tekanan signifikan sepanjang tahun 2025. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor batubara pada periode Januari hingga Mei 2025 turun sebesar 19,1% secara year on year (YoY), menjadi US$ 10,26 miliar dari US$ 12,68 miliar pada tahun sebelumnya. Volume ekspor pun ikut menyusut, yakni turun 4,65% menjadi 156,37 juta ton dibandingkan 163,99 juta ton.

Situasi ini menimbulkan keprihatinan di kalangan pelaku pasar dan investor yang bergantung pada sektor ini. Namun, di balik tekanan tersebut, analis dan pengamat pasar menawarkan pandangan dan rekomendasi yang beragam terkait prospek saham batubara ke depan.

Penyebab Perlambatan Ekspor Batubara

Menurut Direktur Kanaka Hita Solvera, Daniel Agustinus, perlambatan ekspor batubara dipengaruhi oleh melemahnya permintaan dari dua negara tujuan utama, yakni China dan India. China, yang selama ini menjadi konsumen besar batubara Indonesia, mulai menolak penggunaan Harga Batubara Acuan (HBA) sebagai referensi pembelian dan beralih ke negara lain.

“China juga sudah mulai menolak penggunaan Harga Batubara Acuan (HBA) sebagai referensi pembelian, dan beralih ke negara lain. Di sisi lain, impor batubara kalori rendah juga mulai dikurangi untuk mendukung penurunan emisi karbon,” jelas Daniel.

Dampak kebijakan lingkungan yang menekan impor batubara kalori rendah, serta pergeseran kebijakan energi di kedua pasar utama ini, menjadi faktor utama yang menyebabkan menurunnya nilai dan volume ekspor batubara Indonesia pada tahun ini.

Dampak Fluktuasi Pasar terhadap Emiten Batubara

Salah satu emiten pelat merah, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), mengakui adanya fluktuasi di pasar batubara global yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Meski demikian, PTBA mencatat pertumbuhan ekspor yang cukup signifikan pada kuartal I-2025, yaitu naik 34% YoY menjadi 5,09 juta ton. Secara total, volume penjualan batubara PTBA juga meningkat 7% YoY menjadi 10,28 juta ton.

Corporate Secretary PTBA, Niko Chandra, menyatakan bahwa mayoritas ekspor batubara perusahaan ditujukan ke negara-negara Asia seperti India, Bangladesh, Vietnam, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. PTBA juga melakukan diversifikasi pasar, termasuk peningkatan penjualan ke pasar domestik untuk memasok kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Langkah diversifikasi ini dinilai sebagai strategi mitigasi risiko menghadapi ketidakpastian pasar batubara global yang masih bergejolak.

Prospek Pasar dan Strategi Diversifikasi

Meski tekanan pasar diperkirakan akan berlanjut pada semester II-2025, peluang pemulihan juga tetap terbuka. Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyoroti kemungkinan pemulihan permintaan batubara akibat meredanya ketegangan perang dagang global. Negosiasi dagang yang intensif antara negara-negara mitra dagang utama dan Amerika Serikat berpotensi mendorong pemulihan ekonomi global dan meningkatnya permintaan energi, termasuk batubara.

“Negosiasi dagang yang intensif, terutama antara negara-negara mitra dagang utama dan AS, bisa mendorong pemulihan permintaan batubara. Apalagi, menjelang musim dingin akhir tahun nanti, permintaan energi termasuk batubara diperkirakan meningkat,” ujar Nafan.

Selain itu, Nafan mendorong emiten batubara untuk melakukan diversifikasi bisnis agar lebih adaptif terhadap tren energi yang terus berubah. Beberapa alternatif yang disarankan adalah ekspansi ke sektor pertambangan mineral seperti emas dan nikel, pengembangan energi terbarukan, serta hilirisasi batubara melalui proyek gasifikasi.

Namun, teknologi gasifikasi batubara memerlukan biaya investasi besar dan tingkat teknologi tinggi, yang menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan.

Rekomendasi Saham Batubara untuk Investor

Dalam kondisi pasar yang penuh tantangan ini, sejumlah saham batubara masih dianggap menarik oleh para analis untuk dikoleksi oleh investor jangka menengah hingga panjang.

Daniel Agustinus merekomendasikan saham PT Adaro Energy Tbk (AADI) untuk akumulasi beli dengan target harga di kisaran Rp 7.425 hingga Rp 9.225, serta target jangka panjang di level Rp 8.000 per saham. Adaro dikenal sebagai salah satu pemain besar di industri batubara dengan portofolio pasar yang luas.

Selain itu, saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) juga disarankan untuk long term buy dengan target harga Rp 23.100 hingga Rp 25.800 per saham. Saham ini dianggap potensial karena kinerja operasional yang relatif stabil dan strategi diversifikasi yang terus dikembangkan.

Saham PT United Tractors Tbk (UNTR) pun direkomendasikan untuk akumulasi beli dengan target harga antara Rp 21.750 dan Rp 24.000 per saham. United Tractors memiliki keunggulan dari sisi bisnis alat berat dan tambang yang cukup terintegrasi.

Tantangan dan Peluang di Industri Batubara

Industri batubara Indonesia saat ini berada dalam masa penuh tantangan akibat lesunya kinerja ekspor dan pergeseran global menuju energi yang lebih bersih. Namun, dengan strategi diversifikasi bisnis, inovasi teknologi, dan dukungan pasar yang semakin kondusif, peluang pemulihan tetap terbuka lebar.

Bagi investor, memahami dinamika pasar dan memilih saham dengan fundamental kuat serta prospek jangka panjang dapat menjadi kunci untuk memanfaatkan peluang yang ada. Saham-saham seperti AADI, ITMG, dan UNTR tetap menarik untuk dipertimbangkan di tengah ketidakpastian pasar batubara saat ini.

Dengan kondisi global yang terus berubah, adaptasi dan inovasi menjadi kata kunci bagi para pelaku industri batubara untuk bertahan dan berkembang di masa depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index