PERTAMBANGAN

RKAB Satu Tahun Perkuat Kontrol Pertambangan dan Transparansi

RKAB Satu Tahun Perkuat Kontrol Pertambangan dan Transparansi
RKAB Satu Tahun Perkuat Kontrol Pertambangan dan Transparansi

JAKARTA - Pengelolaan sumber daya mineral dan batubara di Indonesia selama ini menghadapi tantangan yang cukup kompleks, salah satunya berkaitan dengan jangka waktu Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang berlaku selama tiga tahun. Kebijakan ini dinilai kurang responsif dalam menghadapi perubahan kondisi pasar dan kebutuhan pengawasan yang ketat. Oleh sebab itu, Komisi XII DPR RI mengusulkan perubahan periode RKAB menjadi satu tahun agar pengelolaan sektor pertambangan dapat lebih transparan, akuntabel, dan adaptif terhadap dinamika pasar.

Dasar Kebijakan dan Dukungan DPR

Anggota Komisi XII DPR RI, Gandung Pardiman, menyatakan dukungan penuh terhadap rencana Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menyederhanakan masa berlaku RKAB dari tiga tahun menjadi satu tahun. Menurutnya, kebijakan ini adalah sebuah terobosan penting yang akan memperkuat pengawasan negara dalam pengelolaan sumber daya mineral nasional sekaligus meningkatkan akuntabilitas pelaku usaha tambang.

“Saya mendukung penuh kebijakan ini. Dengan periode RKAB yang lebih singkat, evaluasi dan penyesuaian kebijakan dapat dilakukan lebih responsif terhadap dinamika lapangan,” ungkap Gandung Pardiman.

Lebih lanjut, Gandung menegaskan bahwa langkah ini sejalan dengan visi Presiden RI untuk menciptakan pengelolaan sumber daya alam yang transparan dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Ia menegaskan bahwa kekayaan alam harus menjadi penggerak kesejahteraan masyarakat, bukan hanya dinikmati oleh segelintir pihak.

Peran Menteri ESDM dan Tujuan Kebijakan

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menyetujui usulan DPR tersebut dan menegaskan pentingnya evaluasi aturan RKAB agar selaras dengan kondisi pasar terkini. Bahlil menyatakan bahwa masa berlaku RKAB yang lebih singkat diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara produksi, kebutuhan industri, dan stabilitas harga komoditas tambang.

“Tata kelola pertambangan harus diperbaiki, baik untuk batu bara maupun mineral. Khususnya untuk batu bara, harga saat ini sedang anjlok akibat kelebihan pasokan,” ujar Bahlil dalam siaran pers resmi Kementerian ESDM.

Menurutnya, kelebihan pasokan batu bara yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh RKAB yang disetujui secara longgar selama tiga tahun. Kondisi ini menyulitkan penyesuaian volume produksi dengan permintaan pasar global, sehingga harga batu bara terus menurun.

Dampak Kebijakan Terhadap Industri dan Negara

Penurunan harga batu bara memberikan dampak negatif yang luas, baik bagi para pelaku usaha tambang maupun penerimaan negara. Bahlil menekankan bahwa penurunan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menjadi salah satu konsekuensi dari kebijakan RKAB tiga tahunan yang terlalu longgar.

“Penambang yang memiliki tambang menghadapi kesulitan akibat harga yang anjlok, sementara PNBP kita juga turun karena RKAB tiga tahun,” jelasnya.

Dengan kebijakan RKAB satu tahun, evaluasi produksi dan anggaran biaya dapat dilakukan secara lebih rutin dan tepat waktu, sehingga produksi dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar dan tidak menyebabkan kelebihan pasokan.

Proses Implementasi dan Harapan ke Depan

Komisi XII DPR RI berharap agar implementasi kebijakan ini dapat berjalan efektif dengan dukungan semua pemangku kepentingan. Gandung Pardiman melihat momentum ini sebagai titik balik dalam tata kelola pertambangan nasional yang lebih baik, berkeadilan, dan berkelanjutan.

“Langkah ini akan mempermudah penyesuaian regulasi sesuai perkembangan terkini dan meminimalisir potensi penyimpangan dalam pemanfaatan sumber daya alam,” ujar Gandung.

Ke depan, dengan sistem pengawasan yang lebih ketat dan akuntabilitas yang tinggi, pemerintah optimis dapat memaksimalkan manfaat sumber daya mineral bagi kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan.

Menuju Tata Kelola Pertambangan Modern

Perubahan periode RKAB menjadi satu tahun bukan sekadar penyesuaian administratif, tetapi merupakan langkah strategis yang krusial untuk memperkuat kontrol negara atas sektor pertambangan. Langkah ini memungkinkan evaluasi dan respons kebijakan yang lebih cepat dan tepat sasaran, sehingga dapat mengatasi ketidakseimbangan produksi dan permintaan di pasar global.

Melalui kebijakan ini, diharapkan pengelolaan tambang dapat berjalan transparan, akuntabel, dan mendukung pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan. Peran serta aktif pemerintah, DPR, dan pelaku usaha sangat penting agar kebijakan ini dapat berjalan efektif dan membawa manfaat sebesar-besarnya bagi bangsa dan negara.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index