Industri

Investasi dan Eksportasi Jadi Kunci Industri Mamin di 2025

Investasi dan Eksportasi Jadi Kunci Industri Mamin di 2025
Investasi dan Eksportasi Jadi Kunci Industri Mamin di 2025

JAKARTA - Industri makanan dan minuman (mamin) tetap menunjukkan daya tarik tinggi sebagai motor penggerak sektor manufaktur nasional. Di tengah berbagai tekanan ekonomi dan global, sektor ini terus membuka peluang investasi dan memperluas potensi pasar ekspor, meskipun sejumlah tantangan struktural masih membayangi.

Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, menyebut bahwa industri mamin merupakan salah satu pilar utama dalam menopang pertumbuhan sektor manufaktur. Sepanjang kuartal I-2025, industri ini berhasil menyerap investasi sebesar Rp 22,64 triliun, terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) senilai Rp 13,60 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 9,03 triliun.

Salah satu investasi besar yang terealisasi adalah pembangunan pabrik oleh PT PepsiCo Indonesia yang resmi dibuka. Perusahaan global tersebut menanamkan dana sebesar US$ 200 juta atau sekitar Rp 3,3 triliun untuk membangun fasilitas produksi makanan ringan berkapasitas 24.000 ton per tahun, dengan tiga lini produksi.

Peluang Ekspor: Produk Halal dan Specialty Makin Diminati

Seiring peningkatan daya saing dan kualitas, sektor mamin Indonesia juga semakin diperhitungkan di pasar global. Faisol Riza menekankan pentingnya menjalin kemitraan strategis dengan perusahaan luar negeri, termasuk melalui produk bersertifikasi halal yang kini makin diminati oleh konsumen internasional.

Salah satu contoh nyata adalah kolaborasi antara PT Niramas Utama dengan dua perusahaan asal Jepang, yaitu Tarami Corporation dan Kawasho Foods Corporation. Kolaborasi ini menghasilkan produk jeli halal yang menyasar pangsa pasar internasional. Kemitraan semacam ini menjadi gambaran bahwa Indonesia memiliki potensi besar sebagai produsen makanan dan minuman halal skala global.

Lebih lanjut, Faisol juga melihat potensi besar pada produk kategori specialty, seperti kakao olahan, teh, buah, kopi, dan susu, yang kini semakin digemari konsumen karena kualitas premium dan proses produksi yang berkelanjutan. Produk-produk ini diprediksi akan menjadi motor pertumbuhan ekspor sektor mamin di masa mendatang.

Tantangan Hulu: Ketergantungan Bahan Baku Impor Masih Tinggi

Di balik gemerlap peluang ekspor dan masuknya investasi baru, tantangan di sisi hulu tetap menjadi perhatian utama. Salah satu kendala terbesar adalah keterbatasan pasokan bahan baku dari dalam negeri. Masalah ini berpotensi menghambat kelangsungan produksi dan ekspansi industri.

“Masalah yang dihadapi lebih banyak di sektor hulu. Bahan baku terbatas, sementara volume dan permintaan ekspor tinggi untuk produk mamin olahan, akhirnya beberapa bahan masih impor. Kami berharap hilirisasi untuk industri agro bisa terus dilakukan,” ujar Faisol.

Ia menyebutkan bahwa bahan baku seperti kakao dan susu masih sangat bergantung pada impor. Menurut Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, kebutuhan kakao industri mamin mencapai 300.000 ton per tahun, namun pasokan lokal baru mampu memenuhi sekitar 200.000 ton. Artinya, ada defisit sekitar 100.000 ton yang harus dipenuhi dari luar negeri.

Kondisi yang lebih menantang terjadi pada sektor susu. Permintaan industri mamin terhadap susu saat ini berada di atas 4 juta ton, sementara pasokan domestik hanya mencukupi sekitar 20% dari kebutuhan tersebut. Padahal, ekspor produk olahan susu Indonesia terus meningkat, dari US$ 144,2 juta pada 2021 menjadi US$ 233,5 juta pada 2024.

Pelemahan Konsumsi dan Risiko Geopolitik Jadi Faktor Penghambat

Selain tantangan pasokan bahan baku, industri mamin juga harus menghadapi tekanan akibat menurunnya daya beli masyarakat. Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, konsumen lebih selektif dalam memilih produk, terutama pada kategori makanan dan minuman kemasan.

Persaingan antar pemain industri juga semakin ketat, mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi dan inovasi agar tetap relevan. Hal ini diperparah oleh dinamika geopolitik global yang masih labil. Ketegangan internasional yang meningkat bisa berdampak langsung pada harga bahan baku, logistik, serta akses pasar ekspor.

Direktur Utama PT Siantar Top Tbk (STTP), Armin, mengungkapkan bahwa pelaku industri mamin kini sangat memperhatikan perkembangan politik global yang berpotensi menekan stabilitas ekonomi. “Perekonomian turun, persaingan semakin ketat, ditambah ada (eskalasi) geo-politik. Memang tidak akan gampang, tapi kami masih berupaya mencapai ke sana,” ujar Armin.

Meskipun penuh tantangan, STTP tetap menargetkan pertumbuhan kinerja di kisaran dobel digit pada semester II-2025. Menurut Armin, peluang masih terbuka jika perusahaan mampu membaca pasar, beradaptasi cepat, dan menjaga efisiensi.

Optimisme Tetap Dijaga di Tengah Ketidakpastian

Meskipun berbagai kendala masih menjadi sorotan, para pelaku industri dan pemerintah tetap optimistis terhadap prospek sektor mamin di paruh kedua tahun ini. Investasi terus mengalir, ekspor meningkat, dan konsumen masih menunjukkan minat terhadap produk-produk baru, khususnya di kategori premium dan halal.

Langkah hilirisasi dan kolaborasi dengan perusahaan asing juga menjadi strategi jangka panjang yang diyakini mampu mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor. Pemerintah pun mendorong industri untuk terus meningkatkan kapasitas produksi lokal, agar bisa memenuhi permintaan dalam negeri sekaligus memperkuat posisi ekspor.

Industri mamin Indonesia hari ini berada di tengah persimpangan besar antara peluang besar dan tantangan nyata. Namun, dengan sinergi antara pelaku usaha, pemerintah, dan inovasi berkelanjutan, sektor ini diyakini mampu terus tumbuh dan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian nasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index