ASURANSI

Penundaan Aturan Asuransi, OJK Fokus Perkuat Perlindungan Konsumen

Penundaan Aturan Asuransi, OJK Fokus Perkuat Perlindungan Konsumen
Penundaan Aturan Asuransi, OJK Fokus Perkuat Perlindungan Konsumen

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menunda pemberlakuan ketentuan dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan, yang awalnya direncanakan efektif pada 1 Januari 2026. Penundaan ini dilakukan karena OJK tengah menyusun Peraturan OJK (POJK) baru yang bertujuan memperkuat ekosistem asuransi kesehatan di Indonesia.

Langkah ini diambil agar regulasi terkait produk asuransi kesehatan bisa diatur secara lebih komprehensif dan memiliki landasan hukum yang lebih kuat. Dengan demikian, harapannya regulasi baru tersebut dapat mencakup berbagai aspek penting dan memberikan manfaat nyata bagi seluruh pihak yang terlibat dalam ekosistem asuransi kesehatan, mulai dari masyarakat pemegang polis, perusahaan asuransi, hingga fasilitas kesehatan.

Pandangan Pengamat Terhadap Penundaan dan Peralihan SEOJK ke POJK

Kapler Marpaung, pengamat asuransi sekaligus dosen Program MM Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, menilai bahwa perubahan aturan co-payment yang awalnya diatur dalam SEOJK menjadi POJK hanya merupakan pergantian bentuk regulasi saja, tanpa substansi baru yang signifikan.

Menurut Kapler, seharusnya aturan mengenai co-payment tidak perlu diatur secara ketat melalui SEOJK ataupun POJK. Dia menyarankan bahwa co-payment cukup diatur lewat kesepakatan bersama antar pelaku industri perasuransian nasional, melalui asosiasi-asosiasi seperti Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dan Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI).

"Jika ada perusahaan asuransi yang melanggar kesepakatan tersebut, OJK memiliki wewenang untuk memberikan sanksi berdasarkan pelanggaran terhadap kesepakatan bersama, bukan hanya pelanggaran terhadap peraturan perundangan," ujarnya.

Kebingungan Masyarakat Soal Mekanisme Co-Payment

Salah satu masalah utama yang disoroti Kapler adalah kurangnya definisi dan mekanisme yang jelas mengenai co-payment dalam SEOJK Nomor 7 Tahun 2025. Hal ini menyebabkan kebingungan di kalangan masyarakat tentang bagaimana sebenarnya aturan co-payment diterapkan.

Kapler menjelaskan bahwa selama ini istilah co-payment sering dipahami berbeda-beda oleh masyarakat dan pelaku industri. Ada yang mengira co-payment baru akan berlaku setelah deductible (risiko sendiri) diterapkan, yang berarti beban biaya yang harus ditanggung peserta asuransi bisa semakin besar. Sebaliknya, ada pula yang membedakan co-payment dan deductible sebagai dua hal yang berbeda, padahal keduanya sebenarnya sama.

Karena itu, Kapler mengusulkan agar istilah co-payment tidak digunakan lagi dan diganti dengan istilah “risiko sendiri” yang sudah lebih dikenal luas oleh masyarakat, terutama di produk asuransi kendaraan bermotor dan kebakaran.

Fokus pada Edukasi dan Transparansi Pasar Asuransi Kesehatan

Kapler menilai, daripada mengeluarkan POJK sebagai pengganti SEOJK, industri asuransi dan OJK sebaiknya fokus memberikan edukasi dan informasi yang transparan kepada masyarakat mengenai kondisi pasar asuransi kesehatan, baik nasional maupun global.

Dia menyarankan agar data statistik terkait pendapatan premi dan klaim selama lima tahun terakhir dipublikasikan agar masyarakat memahami kondisi sebenarnya. Penjelasan juga perlu mencakup faktor-faktor yang menyebabkan kenaikan klaim asuransi kesehatan, tidak semata-mata karena banyaknya peserta yang sakit dan berobat, tetapi juga adanya inflasi medis dan faktor eksternal lain yang mempengaruhi.

Pentingnya Peran Semua Pihak dalam Menguatkan Ekosistem Asuransi

Selain edukasi kepada masyarakat, Kapler juga menyoroti perlunya keterlibatan semua pihak dalam ekosistem asuransi kesehatan untuk menjaga keberlanjutan industri ini. Hal ini mencakup perusahaan asuransi, fasilitas layanan kesehatan seperti dokter, rumah sakit, apotek, klinik, dan laboratorium.

Menurut Kapler, peran masyarakat sebagai peserta asuransi juga sangat penting untuk menekan rasio klaim agar premi tetap terjangkau dan produk asuransi kesehatan bisa terus dijual secara berkelanjutan.

Pernyataan Resmi OJK Tentang Penyusunan POJK Baru

Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Ismail Riyadi, menyatakan bahwa penyusunan POJK Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan merupakan tindak lanjut dari Rapat Kerja OJK dengan Komisi XI DPR RI. Proses penyusunan ini juga akan dikonsultasikan kembali dengan Komisi XI.

Ismail menjelaskan bahwa POJK yang akan diterbitkan diharapkan memiliki cakupan pengaturan yang lebih menyeluruh dan memberikan dasar hukum yang lebih kuat dibanding SEOJK sebelumnya. Dengan adanya POJK baru, tata kelola dan prinsip kehati-hatian dalam produk asuransi kesehatan dapat diterapkan lebih baik.

Selain itu, Ismail menambahkan OJK akan memperkuat koordinasi dan komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan agar ekosistem asuransi kesehatan di Indonesia berkembang secara adil, transparan, dan berkelanjutan.

Regulasi Asuransi Kesehatan Perlu Penyesuaian dan Edukasi

Penundaan ketentuan SEOJK Nomor 7 Tahun 2025 dan transisi ke POJK baru menunjukkan adanya kebutuhan mendalam untuk regulasi yang lebih matang dan menyeluruh dalam industri asuransi kesehatan. Regulasi harus mampu mencakup seluruh aspek teknis sekaligus memberikan perlindungan dan pemahaman yang jelas kepada masyarakat.

Para ahli dan pengamat menilai bahwa selain regulasi yang baik, edukasi dan transparansi pasar asuransi kesehatan menjadi kunci agar masyarakat dan pelaku industri dapat memahami kondisi dan tantangan industri ini secara bersama-sama. Dengan demikian, ekosistem asuransi kesehatan dapat tumbuh sehat dan berkelanjutan demi manfaat semua pihak.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index