JAKARTA - Berbagai cara dilakukan untuk memperkuat ekonomi lokal, salah satunya melalui industri rumahan yang kini menjadi fokus penting pengembangan di berbagai daerah, termasuk Kabupaten Berau. Konsep usaha berbasis rumah tangga ini menunjukkan potensi besar dalam menggerakkan ekonomi dari akar rumput. Tak hanya karena kemampuannya menyerap tenaga kerja secara langsung di lingkungan rumah, tetapi juga karena nilai kreatif dan inovatif yang dihasilkan dari tangan-tangan masyarakat.
Di tengah semangat kemandirian yang tumbuh di masyarakat, Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Berau terus mendorong pertumbuhan home industry atau industri rumahan. Langkah ini menjadi salah satu upaya konkret membangkitkan ekonomi kampung dari dalam, dengan memberdayakan potensi warga setempat, terutama para ibu rumah tangga.
Kepala Diskoperindag Berau, Eva Yunita, menyampaikan bahwa industri rumahan bukan hanya menjadi alternatif usaha, melainkan telah berkembang menjadi bagian dari sektor ekonomi kreatif yang tumbuh murni dari inisiatif masyarakat itu sendiri. Menurutnya, kekuatan utama industri rumahan terletak pada kesederhanaan, kearifan lokal, serta keterampilan masyarakat yang terus diasah.
“Home industri bisa menjadi tulang punggung ekonomi lokal. Dengan modal terbatas, ibu-ibu rumah tangga bisa menghasilkan produk bernilai jual tinggi,” ujar Eva.
Pemerintah daerah, lanjut Eva, melihat potensi besar dari industri rumah tangga sebagai penggerak ekonomi mikro yang mampu menjangkau hingga ke kampung-kampung. Oleh karena itu, Diskoperindag tidak hanya memberikan bantuan secara material, tetapi juga aktif dalam mendampingi dan membina para pelaku usaha kecil agar mampu mengelola usahanya dengan lebih profesional.
Pembinaan dan pelatihan teknis menjadi strategi utama yang dilakukan. Tak hanya sekadar mengajarkan keterampilan produksi, pelatihan ini juga menyasar aspek penting lainnya seperti manajemen usaha, pengemasan produk, pemasaran, hingga pemenuhan legalitas. Menurut Eva, legalitas menjadi salah satu kunci utama dalam memperluas peluang pasar bagi pelaku usaha.
“Kalau pelaku UMKM sudah punya izin, kemasan yang menarik, dan perlindungan merek, mereka bisa naik kelas dan bersaing di pasar yang lebih luas,” ungkapnya.
Legalitas usaha meliputi kepemilikan Nomor Induk Berusaha (NIB), label produk yang sesuai standar, serta perlindungan kekayaan intelektual berupa merek dagang. Jika hal-hal ini telah dimiliki oleh pelaku usaha rumahan, maka bukan tidak mungkin produk mereka dapat bersaing tidak hanya di pasar lokal, tetapi juga di tingkat nasional.
Eva menambahkan, kehadiran industri rumahan yang dikelola oleh masyarakat kampung secara langsung juga menjadi sarana pemberdayaan yang efektif. Usaha yang dimulai dari rumah secara perlahan menciptakan efek domino: membuka lapangan pekerjaan kecil-kecilan, meningkatkan pendapatan keluarga, dan menumbuhkan rasa percaya diri para pelaku usahanya.
Contoh konkret dari pertumbuhan industri rumahan ini dapat dilihat di Kampung Teluk Alulu, Kecamatan Maratua. Di kampung ini, para ibu rumah tangga aktif mengelola usaha produksi makanan ringan dari rumah mereka. Produk-produk tersebut kemudian dipasarkan melalui sistem titip jual di kios-kios sekitar kecamatan.
Kepala Kampung Teluk Alulu, Noraliansyah, menuturkan bahwa kegiatan industri rumahan di kampungnya telah berjalan dengan cukup baik. Banyak produk yang beredar di pasar lokal berasal dari dapur para ibu PKK yang memproduksinya langsung dari rumah mereka masing-masing.
“Jadi, kami di sini punya produk UMKM yang dikelola di rumah oleh ibu-ibu PKK. Mereka memproduksi makanan, lalu dititipkan ke kios-kios. Itu cukup membantu perekonomian keluarga,” ucap Noraliansyah.
Meskipun saat ini usaha tersebut belum tercatat sebagai sumber Pendapatan Asli Kampung (PAK), namun menurut Noraliansyah, para pelaku usaha tetap mendapatkan perhatian dan dukungan dari pemerintah, khususnya dalam bentuk pelatihan dan pembinaan agar usaha mereka dapat terus berkembang dan bertahan.
“Harapan kami, home industry ini tidak hanya meningkatkan kemandirian ibu rumah tangga, tetapi ke depan bisa jadi sumber resmi pendapatan kampung,” ujarnya.
Semangat membangun usaha dari rumah, seperti yang terlihat di Berau, mencerminkan nilai-nilai kemandirian yang juga banyak ditemukan di Jepang. Di negeri sakura, industri rumahan sudah sejak lama menjadi bagian penting dari struktur ekonomi lokal. Masyarakat Jepang dikenal rajin memanfaatkan ruang kecil di rumahnya untuk memproduksi kerajinan tangan, makanan, hingga barang kebutuhan harian lainnya.
Inspirasi semacam itu tampaknya mulai hidup di masyarakat kampung di Indonesia, termasuk Berau. Usaha yang awalnya dipandang sebagai kegiatan sampingan kini berkembang menjadi bisnis yang menjanjikan. Lebih dari sekadar mencari penghasilan tambahan, industri rumahan membuka jalan bagi kemandirian ekonomi dan pemberdayaan masyarakat dari dalam rumah.
Langkah ke depan adalah memastikan agar para pelaku usaha rumahan ini tidak hanya mendapat pembinaan secara teknis, tetapi juga didorong untuk membangun jaringan usaha dan memperluas akses pasar. Dengan demikian, mereka benar-benar dapat naik kelas dan berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Industri rumahan bukan sekadar cerita sukses satu dua kampung. Ia bisa menjadi gerakan ekonomi rakyat jika dijalankan secara terstruktur, konsisten, dan inklusif. Di Berau, gerakan ini telah dimulai. Kini tinggal bagaimana semua pihak terus menjaga semangat itu dan memastikan bahwa usaha kecil dari rumah bisa membawa perubahan besar bagi kampung, keluarga, dan masa depan ekonomi daerah.