GARUDA INDONESIA

Garuda Indonesia dan Upaya Memperkuat Posisi di ASEAN

Garuda Indonesia dan Upaya Memperkuat Posisi di ASEAN
Garuda Indonesia dan Upaya Memperkuat Posisi di ASEAN

JAKARTA - Garuda Indonesia tidak hanya sekadar maskapai penerbangan nasional. Sebagai flagship airline, Garuda menjadi simbol kebanggaan bangsa sekaligus lambang daya saing Indonesia di arena penerbangan regional dan global. Sejak berdirinya pada 31 Maret 1950, perusahaan ini telah berkontribusi dalam menghubungkan Indonesia dengan dunia, membangun identitas nasional, dan mendorong pertumbuhan sektor transportasi udara.

Namun, perjalanan panjang selama 75 tahun itu tidak selalu mulus. Garuda mengalami pasang surut yang memengaruhi posisi dan kinerjanya. Kejayaan pernah datang ketika Garuda masuk ke dalam 10 besar maskapai top dunia versi Skytrax pada 2013 hingga 2018, bahkan meraih penghargaan sebagai maskapai dengan performa tepat waktu terbaik di dunia pada 2019. Namun, tantangan besar terus menghantui, terutama sejak pandemi Covid-19 dan persaingan ketat di kawasan ASEAN.

Dampak Pandemi dan Tekanan Operasional

Pandemi Covid-19 memberikan pukulan berat bagi industri penerbangan global, tak terkecuali Garuda Indonesia. Keterisian penumpang domestik yang biasanya mencapai lebih dari 70 persen, turun drastis menjadi hanya 43 persen pada tahun 2020. Padahal, segmen domestik selama ini menjadi tumpuan utama pendapatan, dengan kontribusi mencapai 80 persen dari total penumpang.

Selain dampak pandemi, Garuda juga menghadapi berbagai tekanan biaya operasional seperti perawatan dan sewa pesawat yang cukup tinggi. Biaya tiket yang relatif mahal juga menjadi faktor yang membatasi jumlah penumpang. Kondisi ini menuntut pemerintah dan manajemen untuk melakukan upaya strategis guna menyelamatkan dan mengembangkan perusahaan.

Suntikan Dana dan Perombakan Direksi Sebagai Transformasi

Sebagai perusahaan milik negara, pemerintah Indonesia berupaya keras untuk mendukung pemulihan dan penguatan Garuda Indonesia. Salah satu langkah konkret adalah pemberian pinjaman dana sebesar 405 juta dollar AS yang setara dengan sekitar Rp 6,6 triliun melalui Danantara Indonesia. Dana ini dimaksudkan untuk optimalisasi bisnis serta memperbaiki kondisi keuangan perusahaan.

Tak hanya itu, perombakan jajaran direksi juga dilakukan sebagai bagian dari transformasi besar-besaran. Langkah-langkah ini diharapkan mampu mendorong Garuda untuk bangkit dari keterpurukan dan memperkuat daya saingnya, khususnya menghadapi kompetisi yang semakin ketat di kawasan ASEAN.

Posisi Garuda di Peringkat Global dan Kompetisi ASEAN

Jika dilihat dari peringkat global yang dirilis oleh Skytrax, Garuda Indonesia mengalami penurunan dari posisi ke-15 pada tahun 2021 menjadi peringkat ke-34 pada tahun 2024. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun upaya pemulihan sudah berjalan, reputasi global Garuda belum sepenuhnya kembali ke posisi terbaiknya.

Di sisi lain, pesaing regional seperti Thai Airways menunjukkan tren kenaikan peringkat dari posisi ke-40 pada 2023 menjadi peringkat ke-33 di 2024. Singapore Airlines, pesaing utama di kawasan ASEAN, tetap stabil di posisi puncak dari 100 maskapai yang diperingkat. Kondisi ini menandakan bahwa persaingan semakin ketat dan Garuda harus melakukan inovasi lebih lanjut agar dapat bersaing secara efektif.

Jangkauan Rute Internasional dan Kerja Sama Maskapai

Salah satu tolok ukur kekuatan sebuah maskapai adalah luasnya jangkauan rute internasional yang dilayani. Garuda Indonesia saat ini hanya melayani penerbangan langsung ke 5 kawasan, 11 negara, dan 15 kota di dunia. Posisi ini terbilang rendah jika dibandingkan dengan maskapai lain di ASEAN. Singapore Airlines, misalnya, menjangkau 8 kawasan, 34 negara, dan 79 kota. Thai Airways dan Malaysia Airlines juga menghubungkan sekitar 50 kota dengan penerbangan langsung.

Untuk memperluas jaringan, banyak maskapai mengandalkan kerja sama codeshare, yakni kesepakatan untuk saling menjual kursi di penerbangan masing-masing, sehingga dapat memperluas jangkauan tanpa harus membuka rute baru. Namun, Garuda hanya memiliki 16 mitra codeshare dari 14 negara, jumlah yang paling sedikit dibandingkan pesaingnya. Kerja sama ini pun masih terbatas pada wilayah yang sama dengan rute langsung Garuda, sehingga kurang memberi nilai tambah signifikan dari sisi jangkauan.

Armada dan Kesiapan untuk Rute Jarak Jauh

Aspek lain yang memengaruhi daya saing maskapai adalah persediaan armada pesawat wide-body atau berbadan lebar. Pesawat jenis ini mampu mengangkut 200 hingga 600 penumpang dan melayani penerbangan jarak jauh antar benua tanpa henti. Sayangnya, Garuda Indonesia hanya memiliki 29 unit pesawat wide-body, jumlah paling sedikit dibandingkan maskapai ASEAN lainnya.

Singapore Airlines mengoperasikan lebih dari 130 pesawat wide-body, sementara Thai Airways memiliki lebih dari 60 unit. Dengan armada terbatas, Garuda sulit melakukan ekspansi ke rute jarak jauh secara optimal, yang secara langsung berdampak pada daya saing dan kemampuan merambah pasar internasional.

Strategi Penutupan Rute dan Fokus pada Profitabilitas

Dalam beberapa tahun terakhir, Garuda Indonesia memangkas jumlah rutenya dari 237 menjadi 140 pada tahun 2022. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan bahwa penutupan rute tersebut dilakukan karena sebagian besar tidak memberikan keuntungan dan justru membebani perusahaan.

Langkah ini menunjukkan bahwa Garuda fokus pada rute-rute yang benar-benar menguntungkan agar dapat menutup kerugian yang timbul dari rute yang kurang performa. Strategi ini penting untuk memastikan stabilitas keuangan dan kelangsungan bisnis.

Pemulihan Penumpang dan Tantangan ke Depan

Meski menghadapi berbagai hambatan, Garuda menunjukkan pemulihan signifikan pada jumlah penumpang internasional, yang naik dari sekitar 110.000 pada 2021 menjadi lebih dari 2,6 juta pada 2024. Rasio penumpang internasional terhadap domestik pun meningkat dari 0,17 menjadi 0,30 dalam periode yang sama.

Peningkatan ini mengindikasikan usaha Garuda untuk memperkuat segmen internasionalnya, namun jumlah penumpang saja tidak cukup. Tantangan struktural seperti armada terbatas, jaringan internasional yang kurang luas, dan strategi ekspansi yang belum maksimal masih menjadi penghalang utama.

Transformasi Menyeluruh untuk Masa Depan

Garuda Indonesia saat ini berada di persimpangan penting. Pemulihan pasca-pandemi sudah mulai terlihat, namun untuk bersaing kembali secara global dan di ASEAN, Garuda harus melakukan transformasi besar-besaran yang meliputi perluasan armada, peningkatan jaringan codeshare, dan inovasi strategi rute.

Hanya dengan komitmen dan langkah nyata, Garuda dapat kembali menjadi maskapai kebanggaan nasional yang mampu membentangkan sayap lebar di langit internasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index