JAKARTA - Keputusan kolektif negara-negara produsen minyak utama dunia untuk menambah pasokan global telah menimbulkan gelombang dinamika di pasar energi internasional. Harga minyak dunia tercatat melemah cukup tajam, menyusul kabar bahwa aliansi OPEC+ menyepakati peningkatan produksi besar-besaran untuk bulan September.
Penurunan harga ini dipandang sebagai respons pasar terhadap potensi bertambahnya pasokan minyak mentah di tengah situasi global yang masih dibayangi ketidakpastian geopolitik dan kebijakan energi.
Penurunan Harga di Tengah Kenaikan Produksi
- Baca Juga Harga BBM Pertamina Terbaru Hari Ini
Harga minyak Brent berjangka turun sebesar 91 sen atau sekitar 1,31 persen, sehingga ditutup pada angka USD 68,76 per barel. Di sisi lain, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal Amerika Serikat juga terkoreksi sebesar USD 1,04 atau 1,54 persen, menjadi USD 66,29 per barel.
Angka tersebut menunjukkan penurunan lebih dari USD 2 dibandingkan dengan harga penutupan pada Jumat sebelumnya. Meskipun demikian, pelaku pasar tetap mencermati perkembangan dinamika lain, termasuk sanksi ekonomi dari Amerika Serikat dan Uni Eropa terhadap Rusia, yang memiliki pengaruh terhadap arah pasar energi ke depan.
OPEC+ dan para sekutunya, pada hari Minggu sebelumnya, memutuskan untuk menaikkan produksi minyak mentah sebesar 547.000 barel per hari pada September. Langkah ini merupakan bagian dari strategi untuk merebut kembali pangsa pasar yang sempat hilang akibat pemangkasan produksi besar-besaran sebelumnya.
Kebijakan ini sekaligus menjadi sinyal bahwa OPEC+ secara bertahap mulai membalikkan kebijakan pemangkasan produksi terbesar yang pernah mereka lakukan, yaitu sebesar 2,5 juta barel per hari, setara dengan 2,4 persen dari permintaan global.
Analisis Dampak Produksi dan Ketegangan Global
Menurut analis dari Goldman Sachs, peningkatan pasokan riil dari delapan negara anggota OPEC+ yang telah menaikkan produksinya sejak Maret diperkirakan akan mencapai sekitar 1,7 juta barel per hari. Namun, beberapa negara anggota lainnya justru memangkas produksinya akibat kelebihan pasokan sebelumnya, yang pada akhirnya menciptakan keseimbangan baru di pasar global.
Sementara itu, perhatian investor juga tertuju pada kebijakan baru dari Amerika Serikat terkait tarif terhadap ekspor dari sejumlah negara mitra dagang, termasuk langkah terbaru terhadap Rusia. Presiden Donald Trump mengancam akan memberlakukan tarif sekunder hingga 100 persen terhadap negara-negara yang masih membeli minyak mentah dari Rusia. Ini merupakan bentuk tekanan terhadap Moskow agar menghentikan konflik berkepanjangan di Ukraina.
Analis dari PVM, Tamas Varga, menjelaskan bahwa dalam jangka menengah, harga minyak kemungkinan akan sangat dipengaruhi oleh kombinasi faktor tarif dan ketegangan geopolitik. Ia menambahkan bahwa lonjakan harga akibat sanksi energi kemungkinan hanya akan bersifat sementara.
Perubahan kebijakan serta ketegangan geopolitik yang berkembang menjadi dua variabel utama yang harus diantisipasi oleh para pelaku pasar dalam menentukan langkah strategis ke depan. Ketidakpastian yang menyelimuti arah kebijakan global membuat proyeksi harga energi semakin sulit diprediksi.
Respons Pasar dan Langkah Strategis Negara Pembeli
Tanda-tanda dampak dari kebijakan sanksi sudah mulai terlihat. Menurut sumber perdagangan, dua kapal tanker yang memuat minyak Rusia dan semula dijadwalkan menuju kilang di India telah dialihkan ke pelabuhan lain.
Namun, dua pejabat pemerintah India membantah adanya perubahan kebijakan pembelian minyak dari Rusia. Dalam pernyataan resmi yang disampaikan kepada media internasional, mereka menyatakan bahwa India akan tetap melakukan pembelian minyak mentah dari Rusia dan tidak akan terpengaruh oleh ancaman sanksi dari pemerintah Amerika Serikat.
Analis dari ING mencatat bahwa apabila kilang-kilang di India benar-benar menghentikan pembelian minyak Rusia, maka sekitar 1,7 juta barel per hari pasokan minyak global akan terganggu. Hal ini berpotensi memberikan tekanan tambahan pada harga minyak serta stabilitas pasokan di pasar global.
Meskipun begitu, posisi India sebagai salah satu konsumen energi terbesar dunia memberikan mereka kekuatan tawar yang tinggi dalam menentukan sumber pasokan energi strategis. Kebijakan yang diambil India dalam situasi ini juga akan turut memengaruhi pergerakan pasar dalam beberapa bulan ke depan.
Dinamika ini menunjukkan bagaimana kondisi pasar minyak sangat rentan terhadap kebijakan politik dan diplomasi antarnegara. Fluktuasi harga yang tajam seringkali tidak hanya ditentukan oleh hukum penawaran dan permintaan semata, tetapi juga oleh ketegangan geopolitik dan langkah-langkah diplomatik yang diambil oleh negara-negara utama dunia.
Masa Depan Pasar Energi Masih Bergantung Situasi Global
Melihat kondisi saat ini, prospek jangka pendek harga minyak masih dibayangi oleh ketidakpastian yang tinggi. Kebijakan produksi dari OPEC+, respons konsumen besar seperti India, serta langkah-langkah sanksi dari negara-negara barat terhadap Rusia menjadi faktor penting yang akan membentuk dinamika pasar.
Langkah OPEC+ dalam menaikkan produksi bisa mendorong penurunan harga dalam jangka pendek, namun di sisi lain, sanksi dan ketegangan geopolitik justru bisa menahan laju penurunan atau bahkan mendorong harga naik kembali secara tiba-tiba.
Pasar energi global sedang memasuki fase penuh dinamika yang menuntut kehati-hatian tinggi dari para pelaku industri. Keputusan-keputusan yang diambil saat ini akan memiliki dampak jangka panjang terhadap stabilitas energi dunia dan pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan.