JAKARTA - Harga minyak dunia mencatat kenaikan sekitar 1% pada perdagangan Kamis, 7 Agustus 2025. Kenaikan ini menghentikan tren penurunan selama lima hari berturut-turut dan menjadi sinyal pemulihan sementara di tengah tekanan geopolitik serta ketidakpastian ekonomi global.
Kuatnya permintaan minyak di Amerika Serikat menjadi faktor utama pendorong harga. Sebagai konsumen minyak terbesar di dunia, setiap indikator pertumbuhan permintaan dari negara tersebut sangat mempengaruhi pergerakan harga global.
Harga minyak Brent naik sebesar 62 sen atau 0,9% ke posisi US$ 67,51 per barel pada pukul 03.42 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat 68 sen atau 1,1% menjadi US$ 65,03 per barel.
- Baca Juga Harga BBM Pertamina Terbaru Hari Ini
Gejolak Diplomatik dan Kebijakan Tarif AS
Di tengah rebound harga, pasar tetap mencermati dinamika geopolitik dan kebijakan perdagangan yang diluncurkan oleh Amerika Serikat. Sehari sebelumnya, harga minyak sempat melemah sekitar 1% ke level terendah dalam delapan pekan. Hal ini dipicu oleh pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menyebutkan adanya kemajuan dalam dialog dengan Rusia.
Kabar kemungkinan pertemuan Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin menambah ketidakpastian arah pasar. Di sisi lain, Amerika Serikat terus mempersiapkan sanksi sekunder kepada negara-negara yang tetap menjalin kerja sama energi dengan Rusia, termasuk China.
Data Stok Minyak AS Jadi Sentimen Positif
Pasar mendapat dukungan tambahan dari laporan Badan Informasi Energi (EIA) yang menunjukkan penurunan stok minyak mentah AS sebesar 3 juta barel pada pekan yang berakhir 1 Agustus. Penurunan ini jauh di atas ekspektasi analis yang hanya memproyeksikan penurunan sebesar 591.000 barel.
Penurunan stok tersebut sebagian besar disebabkan oleh peningkatan ekspor minyak dan tingginya aktivitas pengolahan kilang, terutama di kawasan Gulf Coast dan West Coast yang mencapai tingkat utilisasi tertinggi sejak 2023.
Prospek Permintaan Global Masih Fluktuatif
Analis dari JP Morgan mencatat bahwa permintaan minyak global hingga 5 Agustus berada di angka rata-rata 104,7 juta barel per hari (bph). Angka ini menunjukkan pertumbuhan tahunan sebesar 300.000 bph, namun masih 90.000 bph di bawah proyeksi bulanan mereka.
"Meski awal bulan ini sedikit lebih lemah dari ekspektasi kami, indikator frekuensi tinggi menunjukkan konsumsi minyak global kemungkinan akan meningkat secara bertahap dalam beberapa pekan ke depan," tulis analis JP Morgan.
Faktor pendorong utama pertumbuhan permintaan diprediksi berasal dari konsumsi bahan bakar jet dan bahan baku petrokimia, yang mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah sempat lesu pada kuartal sebelumnya.
Kebijakan Tarif Baru Tingkatkan Kekhawatiran
Sementara itu, pengumuman tarif baru oleh Presiden Trump terhadap India menjadi salah satu sumber kecemasan pelaku pasar. Tarif tambahan sebesar 25% dikenakan terhadap produk impor dari India sebagai tanggapan atas keputusan India untuk terus membeli minyak dari Rusia.
Tarif tersebut dijadwalkan mulai berlaku 21 hari setelah Kamis, 7 Agustus 2025. Kebijakan ini menimbulkan spekulasi dampak negatif terhadap arus perdagangan global dan permintaan energi dari negara berkembang.
Priyanka Sachdeva, analis pasar senior dari Phillip Nova, menyoroti kemungkinan efek domino dari kebijakan tersebut. "Meski tarif ini baru akan berlaku tiga minggu lagi, pasar sudah mulai memperhitungkan dampak lanjutan terhadap arus perdagangan, permintaan negara berkembang, dan diplomasi energi secara luas," ujarnya.
Ia juga memperingatkan bahwa kebijakan tarif yang meluas dapat menekan perekonomian global, termasuk Amerika Serikat sendiri. "Tarif semacam ini berpotensi merusak ekonomi global, yang pada akhirnya akan berdampak pada permintaan bahan bakar," tambahnya.
Sachdeva menegaskan bahwa efek ekonomi dari kebijakan tersebut kemungkinan lebih besar terhadap inflasi dan kestabilan harga di AS dibanding negara lain.
Tantangan di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
Harga minyak dunia saat ini berada dalam fase yang rentan terhadap berbagai sentimen eksternal, mulai dari ketegangan geopolitik hingga kebijakan fiskal negara-negara besar. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh tarif baru dan potensi konflik diplomatik menjadi tantangan utama dalam mempertahankan kestabilan harga.
Meski laporan penurunan stok minyak AS dan meningkatnya permintaan memberikan dorongan positif, pelaku pasar masih harus mencermati perkembangan lebih lanjut. Termasuk di dalamnya kemungkinan adanya tarif lanjutan terhadap China yang juga membeli minyak dari Rusia.
Dengan banyaknya faktor yang saling tarik-menarik, harga minyak berpotensi tetap berfluktuasi dalam waktu dekat. Namun, selama permintaan tetap menunjukkan tren naik dan pasokan global terkendali, pasar minyak memiliki peluang untuk tetap berada dalam jalur stabil.
Kenaikan harga minyak dunia pada Kamis, 7 Agustus 2025, menjadi sinyal sementara akan pulihnya permintaan global, terutama di Amerika Serikat. Namun tantangan dari sisi kebijakan tarif dan geopolitik masih akan menjadi faktor yang membayangi pasar.
Para pelaku industri energi di seluruh dunia kini harus semakin sigap merespons dinamika global, demi menjaga kestabilan pasokan dan harga energi dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi yang terus berkembang.