JAKARTA -Pasokan batubara dalam negeri yang terus mengalir deras membuat ketergantungan China terhadap impor mulai berkurang. Berdasarkan data terbaru, impor batubara Negeri Tirai Bambu itu turun 23% secara tahunan pada Juli 2025, sebagaimana disampaikan oleh Administrasi Umum Kepabeanan China, Kamis, 7 Agustus 2025.
Turunnya volume impor ini menunjukkan bagaimana produksi batubara domestik yang tinggi mampu memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, khususnya saat permintaan melonjak di tengah musim panas.
Total volume impor batubara pada Juli tercatat sebesar 35,61 juta metrik ton. Angka ini memang lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu, namun tetap menunjukkan pemulihan jika dibandingkan dengan posisi terendah dalam dua tahun terakhir pada bulan Juni sebelumnya.
- Baca Juga Harga BBM Pertamina Terbaru Hari Ini
Konsumsi Listrik Meningkat Karena Cuaca Panas
Musim panas yang ekstrem mendorong penggunaan pendingin udara di berbagai wilayah. Hal ini turut meningkatkan konsumsi listrik secara nasional. Kebutuhan akan pembangkit listrik berbasis batubara pun tetap tinggi.
Namun, karena pasokan dari dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan tersebut, tekanan terhadap impor tidak meningkat secara drastis. Kondisi ini mencerminkan kestabilan pasokan energi yang tengah dibangun oleh pemerintah.
Kebijakan Pemerintah dan Inspeksi Tambang
Pemerintah China terus memantau perkembangan pasar batubara dalam negeri. Melalui Administrasi Energi Nasional (NEA), pemerintah mengeluarkan dokumen pada 20 Juli lalu yang memerintahkan dilakukannya inspeksi di berbagai lokasi tambang batubara di delapan provinsi utama.
Langkah ini dimaksudkan untuk menjaga standar operasional dan keselamatan, serta untuk mengendalikan produksi berlebih yang berpotensi menekan harga pasar.
Tindakan pengawasan tersebut langsung berdampak pada pasar. Harga batubara metalurgi (coking coal) melonjak menyentuh batas atas perdagangan dalam beberapa sesi. Pelaku pasar khawatir inspeksi ini bisa menghambat pasokan.
Kekhawatiran Kenaikan Harga dan Dampak Global
Menurut analis batubara dari LSEG, jika tindakan NEA benar-benar dijalankan secara menyeluruh, maka risiko kenaikan harga batubara domestik menjadi cukup tinggi karena adanya potensi pengurangan produksi lokal.
Analis juga menyatakan bahwa hal ini bisa memicu kenaikan harga impor batubara global. Sebab, adanya arbitrase harga bisa memengaruhi daya tarik impor, yang menjadi faktor penting dalam menentukan volume impor batubara China.
Efek Kebijakan NEA Diprediksi Sementara
Namun begitu, tidak semua pihak melihat langkah NEA ini akan berdampak jangka panjang. Analis dari Kpler, sebuah firma data energi, menilai bahwa dampak kebijakan tersebut terhadap pasar dan harga bersifat sementara.
Mereka menekankan bahwa secara keseluruhan, tren pasar batubara China masih cenderung melemah. Ini karena beberapa faktor struktural yang masih berlangsung hingga kini.
Prospek Pasar Batubara Masih Melemah
Dalam laporan yang dirilis Kpler, dinyatakan bahwa prospek pasar batubara tetap berada dalam kondisi "bearish." Pertumbuhan produksi dalam negeri yang terus berlanjut, meningkatnya adopsi energi terbarukan, serta melemahnya permintaan dari industri baja menjadi faktor utama.
Industri baja di China masih mengalami tekanan karena permintaan global yang tidak stabil. Hal ini turut menurunkan kebutuhan energi, termasuk batubara sebagai bahan bakar utama.
Penurunan Impor Sejak Awal Tahun
Jika dilihat dari periode Januari hingga Juli 2025, total impor batubara China tercatat sebesar 257,3 juta ton. Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 13% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Tren ini memperkuat posisi China dalam mengandalkan pasokan energi domestik, yang tidak hanya mengurangi ketergantungan impor, tetapi juga meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya energi nasional.
Stabilitas Pasokan Energi Jadi Prioritas
Langkah China dalam menjaga keseimbangan antara pasokan, permintaan, dan harga batubara menunjukkan komitmen mereka terhadap stabilitas energi jangka panjang. Pemerintah tampak fokus pada efisiensi dan pengawasan produksi, sambil tetap menjaga agar pasokan tetap aman dan terkendali.
Dengan adanya inspeksi dan regulasi yang ketat, pemerintah berharap dapat menciptakan ekosistem pertambangan yang lebih sehat dan berkelanjutan. Hal ini juga menjadi bagian dari upaya transisi energi yang lebih bersih di masa depan.
Transisi Menuju Energi Mandiri dan Efisien
Turunnya impor batubara China pada Juli 2025 menjadi indikasi bahwa negara ini sedang bergerak menuju sistem energi yang lebih mandiri. Produksi dalam negeri yang kuat serta pengawasan yang konsisten menjadi kunci dalam menekan kebutuhan impor.
Sementara tantangan dari sisi harga dan permintaan masih ada, arah kebijakan pemerintah yang berpihak pada efisiensi dan diversifikasi sumber energi menunjukkan bahwa China sedang menata ulang lanskap energi nasional.
Ke depan, pelaku pasar akan terus memantau bagaimana kebijakan-kebijakan baru akan memengaruhi dinamika harga dan perdagangan batubara, baik di tingkat domestik maupun global.