JAKARTA - Bagi pecinta sepak bola, adu penalti selalu menjadi babak yang memicu jantung berdegup kencang. Momen ini sering kali menjadi penentu nasib tim dalam kompetisi, khususnya pada fase gugur seperti 16 besar, semifinal, atau final. Dalam situasi ini, setiap tendangan dan setiap penyelamatan kiper bisa menjadi perbedaan antara kemenangan dan kekalahan. Contoh paling ikonik adalah saat Argentina mengalahkan Prancis di final Piala Dunia 2022. Setelah bermain imbang 3-3 hingga babak perpanjangan waktu, Argentina memastikan gelar juara lewat kemenangan 4-2 dalam adu penalti.
Asal-Usul Sistem Adu Penalti
Sebelum sistem adu penalti diterapkan, pemenang laga yang imbang sering ditentukan dengan mengulang pertandingan atau menggunakan aturan gol tandang dalam sistem dua leg. Bahkan, metode undian koin pun pernah menjadi penentu di laga resmi. Salah satu peristiwa terkenal adalah semifinal Euro 1968, ketika Italia lolos ke final setelah bermain imbang tanpa gol melawan Uni Soviet berkat hasil undian. Hal serupa terjadi di Olimpiade 1968, ketika Bulgaria melaju ke semifinal setelah menang undian melawan Israel.
- Baca Juga Olahraga Aman untuk Ibu Menyusui Sehat
Kondisi ini memicu kekecewaan banyak pihak, termasuk Joseph Dagan, Sekretaris Jenderal Asosiasi Sepak Bola Israel sekaligus mantan jurnalis olahraga. Ia kemudian mengusulkan sistem adu penalti agar pemenang bisa ditentukan secara lebih adil. Ide tersebut akhirnya disetujui International Football Association Board (IFAB) pada 1970. Namun, adu penalti baru pertama kali digunakan di Piala Dunia pada edisi 1982.
Perbedaan Adu Penalti dan Tendangan Penalti
Walau terdengar mirip, adu penalti berbeda dengan tendangan penalti. Tendangan penalti diberikan ketika pemain melakukan pelanggaran di kotak penalti sendiri, seperti menjatuhkan lawan atau melakukan handball. Tendangan dilakukan dari titik putih berjarak 11 meter dari gawang, sementara kiper diwajibkan menjaga minimal satu kaki tetap berada di garis gawang saat eksekusi.
Sebaliknya, adu penalti dilakukan setelah waktu normal dan perpanjangan waktu berakhir imbang. Masing-masing tim menugaskan lima pemain yang masih berada di lapangan saat peluit panjang extra time untuk menjadi penendang. Pemain cadangan atau yang sudah digantikan tidak diizinkan menendang, kecuali jika seluruh pemain di lapangan sudah mengeksekusi dan pemenang belum ditentukan.
Mekanisme dan Aturan Resmi Adu Penalti
Sebelum adu penalti dimulai, wasit melakukan dua kali lemparan koin. Lemparan pertama menentukan sisi lapangan yang akan digunakan, sedangkan lemparan kedua menentukan tim yang menendang terlebih dahulu. Tim yang sukses unggul telak dalam lima tendangan awal langsung menjadi pemenang.
Jika skor masih imbang setelah lima tendangan, babak dilanjutkan ke format “sudden death”, di mana giliran tendangan terus berganti hingga ada tim yang unggul dalam satu siklus. Pada tahap ini, jika penendang tim A mencetak gol dan penendang tim B gagal, kemenangan langsung diberikan kepada tim A.
Gol yang tercipta dalam adu penalti tidak dihitung ke statistik gol pemain atau tim dalam pertandingan tersebut. Sistem ini sepenuhnya terpisah dari skor di waktu normal maupun perpanjangan waktu.
Rekor-Rekor Adu Penalti Terlama
Sepanjang sejarah sepak bola, ada sejumlah laga yang mencatatkan adu penalti dengan durasi luar biasa panjang. Rekor terbaru tercipta pada 20 Mei 2024, ketika SC Dimona berhadapan dengan Shimshon Tel Aviv di Israel. Pertandingan itu menghasilkan total 56 tendangan penalti, dengan Dimona keluar sebagai pemenang 23-22.
Selain itu, beberapa adu penalti terlama lainnya adalah:
Washington vs Bedlington (Maret 2022): 54 tendangan
KK Palace vs The Civics, Namibia FA Cup 2004/2005: 48 tendangan
Old Wulfrunians vs Lane Head (Oktober 2021): 44 tendangan
Belanda U21 vs Inggris U21, Euro U21 2007: 32 tendangan
Pertandingan-pertandingan ini membuktikan bahwa adu penalti bukan hanya tentang ketepatan dan kekuatan, tetapi juga ketahanan mental dan fokus yang tinggi dari para pemain.
Adu Penalti Sebagai Drama Puncak Sepak Bola
Tidak sedikit yang menyebut adu penalti sebagai “loteri” karena faktor keberuntungan sering dianggap berperan. Namun, di balik itu, adu penalti sesungguhnya adalah ujian mental, strategi, dan keterampilan. Para penendang dituntut untuk tetap tenang di tengah tekanan luar biasa, sementara kiper harus membaca arah bola hanya dalam hitungan detik.
Kemenangan dalam adu penalti sering menjadi momen yang diingat seumur hidup, baik oleh pemain maupun penggemar. Sebaliknya, kekalahan di momen ini bisa menjadi luka yang sulit dilupakan. Namun, di situlah daya tariknya: adu penalti mampu menciptakan kisah heroik sekaligus tragedi yang menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah sepak bola.
Lebih dari Sekadar Penentuan Pemenang
Sejak diperkenalkan lebih dari lima dekade lalu, adu penalti telah menjadi bagian ikonik dari sepak bola modern. Dari final Piala Dunia hingga kompetisi lokal, momen ini selalu berhasil menyedot perhatian dan emosi penonton. Meski ada yang menganggapnya kejam, banyak juga yang percaya bahwa adu penalti adalah cara paling dramatis dan adil untuk menentukan pemenang.
Entah di stadion atau di depan layar televisi, setiap kali adu penalti dimulai, semua mata akan tertuju pada titik putih. Dalam momen tersebut, sepak bola berubah menjadi duel mental antara penendang dan kiper pertarungan singkat yang bisa mengubah sejarah.