JAKARTA - Skandal keuangan terbesar dalam sejarah Indonesia kembali mencuat setelah Isa Rachmatarwata, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Isa Rachmatarwata yang berkiprah lama di bawah kementerian yang dipimpin oleh Sri Mulyani, diduga terlibat dalam pelanggaran yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 16 triliun.
"Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan," ujar Deni Surjantoro, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kementerian Keuangan.
Penetapan tersangka terhadap Isa Rachmatarwata diumumkan oleh Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) setelah mendapatkan cukup bukti terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya pada periode 2008-2018. Penyelidikan ini dilakukan berdasarkan serangkaian surat perintah yang dikeluarkan sejak tahun 2019.
Kronologi Pencucian Uang di Jiwasraya
Investigasi mengungkap, pada Maret 2009, Jiwasraya sudah dinyatakan insolven dengan kekurangan cadangan sebesar Rp 5,7 triliun. Sebagai perusahaan milik negara dengan layanan asuransi jiwa berprinsip syariah, situasi keuangan yang buruk ini memicu proposal penambahan modal ke Menteri Keuangan, namun tidak disetujui.
Dalam usaha menutupi kerugian ini, Terpidana Hendrisman Rahim dan koleganya, dengan persetujuan Isa, meluncurkan produk JS Saving Plan. Produk ini menjanjikan bunga antara 9%-13%, jauh lebih tinggi dari rata-rata suku bunga Bank Indonesia saat itu yang berkisar antara 7,50% hingga 8,75%.
Isa Rachmatarwata, yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), menyetujui pemasaran produk tersebut meskipun mengetahui kondisi insolvency PT AJS.
Investasi Tanpa Prinsip GCG
Dana yang dikumpulkan dari premi tinggi produk JS Saving Plan, yang pada periode 2014-2017 mencapai Rp 47,8 triliun, diinvestasikan dalam saham dan reksadana tanpa mengikuti prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen Risiko Investasi. Ini termasuk investasi di saham dan reksadana dengan transaksi tidak wajar yang melibatkan saham-saham tertentu.
Berdasarkan penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), hal ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 16,8 triliun. Angka ini tidak hanya mencoreng wajah PT Asuransi Jiwasraya tetapi juga memberi dampak luas pada keuangan dan kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Tindak Lanjut dan Penahanan
Dalam proses hukum yang sedang berlangsung, Isa Rachmatarwata disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah oleh UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ia ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Penangkapan Isa Rachmatarwata ini menandai langkah penting dalam penegakan hukum atas kasus korupsi yang menimbulkan keresahan publik. Pemerintah, terutama di bawah pengawasan Kementerian Keuangan, menghadapi sorotan tajam terkait implementasi pengawasan dan pengelolaan yang lebih baik untuk mencegah terulangnya kasus serupa.
Publik kini menantikan bagaimana proses hukum ini akan berlangsung dan tindakan apa yang akan diambil oleh pihak berwenang untuk memulihkan kepercayaan atas sistem asuransi dan keuangan di Indonesia. Dalam kurun waktu dekat, perhatian juga akan tertuju pada mekanisme penyehatan kembali PT Asuransi Jiwasraya dan langkah pemulihan kerugian yang telah diderita negara.
Dalam upaya memperbaiki situasi ini, seluruh mata tertuju pada bagaimana reformasi kebijakan dan penegakan transparansi serta integritas akan ditingkatkan agar aset negara dilindungi secara lebih efektif.