JAKARTA - Indonesia memiliki potensi luar biasa dalam pengembangan energi terbarukan dengan estimasi 333 gigawatt (GW) yang layak untuk dipanen secara finansial. Studi terbaru mengungkapkan bahwa proyek pembangkitan energi terbarukan ini mampu dibangun di berbagai pulau di Indonesia. Potensi tersebut mencakup tenaga surya, angin, dan hidro yang dapat menjadi tulang punggung transisi energi berkelanjutan di Indonesia.
Potensi Energi Terbarukan di Indonesia
Kajian tersebut menunjukkan adanya 1.500 lokasi yang sesuai untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di atas lahan, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di daratan, serta Pembangkit Listrik Tenaga Mini dan Mikrohidro (PLTM) dengan total potensi teknis mencapai 548,5 GW. Setelah memeriksa kelayakan finansial, studi ini mengungkapkan 333 GW di 632 lokasi yang siap dikembangkan.
Rinciannya, kapasitas PLTS di atas lahan mencapai 165,9 GW, PLTB di daratan sebesar 167,0 GW, dan PLTM sebanyak 0,7 GW. "Tenaga surya, angin, dan mikrohidro layak secara finansial untuk menjadi tulang punggung energi terbarukan di Indonesia," kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR). “Teknologi energi terbarukan dan penyimpanan energi semakin canggih dan terjangkau. Di beberapa negara, kombinasi PLTS dan PLTB dengan baterai yang dapat dispatchable lebih kompetitif dibandingkan pembangkit gas dan PLTU batu bara,” tambahnya.
Strategi Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
Peralihan ke energi bersih memberikan banyak keuntungan, bukan hanya dalam hal pengurangan emisi, tetapi juga sebagai strategi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Fabby menegaskan, "Peralihan ke energi bersih tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga bisa menjadi strategi pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan lapangan kerja baru, melalui tumbuhnya manufaktur energi surya dengan adanya permintaan yang meningkat."
Menurut kajian tersebut, Papua dan Kalimantan adalah wilayah yang memiliki potensi tertinggi untuk pengembangan PLTS. Sementara itu, Maluku, Papua, dan Sulawesi Selatan dinilai optimal untuk pembangkit tenaga bayu. Sumatra Barat dan Sumatra Utara memiliki potensi terbesar untuk PLTM.
Keuangan dan Investasi Energi Terbarukan
Martha Jesica Mendrofa, Koordinator Riset Sosial, Kebijakan dan Ekonomi IESR, menyebut bahwa enam wilayah di atas memiliki tingkat pengembalian modal investasi yang tinggi, atau Economic Internal Rate of Return (EIRR), membuatnya layak secara finansial. Sekitar 61% dari total potensi energi terbarukan memiliki tingkat EIRR di atas 10 persen berdasarkan aturan tarif yang berlaku dan struktur pembiayaan proyek yang digunakan dalam kajian.
Lebih lanjut, Martha menuturkan bahwa kapasitas yang ditemukan jauh melebihi kebutuhan yang diproyeksikan Indonesia dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), yang menargetkan sekitar 180 GW PLTS dan PLTB hingga 2060. "Pemerintah perlu pula menyiapkan regulasi yang jelas dengan proses perizinan yang efisien. Faktor ini dapat meningkatkan daya tarik proyek energi terbarukan bagi investor," ujarnya.
Langkah Strategis untuk Mendukung Energi Terbarukan
Dalam mendukung transisi ini, Pintoko Aji, Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan IESR dan salah satu penulis riset, menekankan pentingnya tindakan pemerintah. "Pemerintah perlu mengalokasikan lahan untuk energi terbarukan, mempermudah perizinan, dan menetapkan target spesifik untuk energi terbarukan," katanya. Selain itu, PLN juga harus meningkatkan perencanaan serta perluasan jaringan, dan melakukan reformasi pada mekanisme pengadaan.
Pengembangan yang masif pada energi terbarukan ini bukan hanya berpotensi menjadikan Indonesia sebagai pemimpin dalam transisi energi bersih, tetapi juga memperkuat kemandirian energi nasional dan memberikan dampak sosial dan ekonomi yang positif bagi masyarakat. Dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang melimpah secara strategis, Indonesia dapat mewujudkan tidak hanya transisi energi yang berkelanjutan tetapi juga membangun perekonomian yang lebih hijau dan inklusif.