JAKARTA - Dalam industri bahan bakar minyak (BBM), proses blending memegang peran vital dalam memastikan kualitas dan performa bensin yang diproduksi sesuai dengan standar yang ditetapkan. Hal ini dikonfirmasi oleh Praktisi Minyak dan Gas (migas) Inas Nasrullah Zubir yang mengungkapkan pentingnya proses ini untuk menjamin agar bensin dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan mendukung kinerja mesin kendaraan secara optimal. "Hal ini memastikan bahwa bensin yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan mendukung kinerja mesin kendaraan secara optimal," ujarnya.
Bensin, juga dikenal sebagai gasoline atau mogas (motor gasoline), adalah salah satu bahan bakar utama untuk kendaraan bermotor. Mutu bensin ditentukan oleh angka Research Octane Number (RON), yang merupakan ukuran kemampuan bahan bakar dalam menahan knocking atau efek ngelitik yang dapat mengganggu kinerja mesin. Di pasar internasional, harga publikasi untuk gasoline didasarkan pada beberapa kategori RON seperti 92, 95, 98, dan 100. Namun, di Indonesia dan Jepang, RON 90 juga menjadi pilihan untuk pasar domestik.
Di Indonesia, harga indeks pasar gasoline RON 92 ditentukan berdasarkan keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang menyatakan bahwa harga tersebut adalah 99,21 persen dari publikasi harga gasoline RON 92 internasional.
Inas menjelaskan bahwa untuk menghasilkan bensin berkualitas tinggi seperti RON 92, proses blending dilakukan dengan mencampurkan naphta dan High Octane Motor Component (HOMC). Naphta, produk destilasi minyak bumi di kilang, memiliki angka RON yang rendah, berkisar antara 60 hingga 80. Dengan mencampurkan HOMC ke dalam naphta, nilai RON dapat dinaikkan untuk mencapai kebutuhan spesifik.
Proses blending RON 95 juga melibatkan metode serupa, di mana naphta dicampur dengan HOMC yang sesuai, dan metode ini berlanjut untuk menghasilkan berbagai tipe gasoline dengan spesifikasi khusus yang diinginkan.
Produksi High Octane Motor Component (HOMC) bukanlah tugas yang sederhana, melainkan melibatkan serangkaian langkah yang kompleks dalam proses pengolahan minyak bumi. Proses pengolahan ini dimulai dengan destilasi, yang memisahkan komponen minyak berdasarkan titik didih, menghasilkan fraksi-fraksi seperti naphta, kerosen, solar, dan fuel oil. Setelah itu, pembuatan HOMC melibatkan proses reformasi katalitik, isomerasi, dan cracking.
Di tengah sorotan terhadap tata kelola minyak mentah oleh Pertamina, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyoroti pentingnya keterbukaan informasi. Erick mengapresiasi peran aktif masyarakat dalam mengevaluasi dan mengkritik praktek blending BBM melalui konten digital yang dibuat secara proporsional.
"Kemarin saya melihat salah satu video anak-anak muda mencoba bensin BP, Vivo, Pertamina, Shell, yang diisi 7 liter. Lalu dilihat performance-nya. BP sekian kilometer, Pertamina sekian kilometer," ujar Erick Thohir. "Nah itu saya rasa bagus, karena itu bagian dari introspeksi dari masyarakat."
Erick juga mendorong masyarakat untuk terus mengawal Pertamina dalam memastikan distribusi BBM subsidi tepat sasaran. Kebanyakan pom bensin di Indonesia dimiliki oleh usaha kecil dan menengah (UMKM) serta swasta, sehingga penting untuk menjaga penjualan yang adil dan transparan.
Sementara itu, serangkaian pengujian kualitas BBM telah dilakukan oleh LEMIGAS sebagai otoritas pengujian standar minyak dan gas di Indonesia. Dengan pengambilan sampel di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Plumpang dan berbagai SPBU di Jabodetabek, hasil uji laboratorium LEMIGAS mengonfirmasi bahwa semua sampel BBM yang diperiksa memenuhi spesifikasi standar pemerintah.
"Hasil uji laboratorium LEMIGAS menunjukkan bahwa seluruh sampel BBM yang diperiksa berada dalam rentang batasan mutu yang dipersyaratkan (on spec)," jelas Kepala Balai Besar Pengujian Migas/LEMIGAS, Mustafid Gunawan.
Dengan adanya standar dan proses ketat dalam produksi dan pengujian BBM, pemerintah dan industri harus memastikan kualitas dan distribusi berjalan dengan optimal untuk menjawab tantangan dan ekspektasi konsumen di Indonesia.