JAKARTA – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperjelas sejumlah aspek teknis dalam mekanisme Coordination on Benefit (CoB) antara BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan swasta. Hal ini berkaitan dengan penyusunan Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK) yang mengatur skema kerja sama dalam pembayaran klaim peserta asuransi.
Melalui mekanisme CoB, peserta asuransi dapat memperoleh manfaat dari BPJS Kesehatan sebagai pembayar pertama, sementara asuransi swasta berperan sebagai pembayar kedua untuk menanggung biaya yang belum ter-cover oleh BPJS. Namun, regulasi terkait mekanisme ini masih perlu diperjelas agar dapat diimplementasikan secara efektif.
Peraturan yang Berlaku Saat Ini
Saat ini, regulasi mengenai kerja sama asuransi kesehatan swasta dengan BPJS Kesehatan belum memiliki nomenklatur khusus untuk CoB. Yang ada saat ini adalah Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan (KAPJ) yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023 serta Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) 1366 Tahun 2024.
Direktur Eksekutif AAUI Cipto Hartono menyatakan bahwa aturan yang telah dikeluarkan Kementerian Kesehatan memang telah memberikan gambaran mengenai pembagian biaya klaim antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Namun, terdapat sejumlah aspek teknis yang perlu dipertegas dalam Surat Edaran OJK untuk memastikan kejelasan dalam implementasinya.
"Pedoman yang telah diatur oleh Kementerian Kesehatan memang sudah cukup jelas dalam menggambarkan pembagian biaya klaim antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Namun, ada beberapa aspek teknis dalam RSEOJK yang kemungkinan masih perlu diperjelas lebih lanjut, khususnya terkait pelaksanaan teknis CoB," ujar Cipto Hartono.
Aspek Teknis yang Perlu Diperjelas
AAUI mengusulkan beberapa poin dalam SEOJK yang perlu diperjelas agar implementasi CoB dapat berjalan optimal:
1. Penegasan Peran BPJS Kesehatan dan Asuransi Swasta
Dalam skema CoB, BPJS Kesehatan harus ditegaskan sebagai pembayar pertama, sementara asuransi swasta sebagai pembayar kedua. Regulasi juga harus menetapkan secara jelas bagaimana mekanisme pelaksanaan dari pembagian tanggung jawab pembayaran ini.
2. Mekanisme Pembayaran dalam CoB
OJK perlu menetapkan aturan yang jelas mengenai bagaimana asuransi swasta akan menanggung biaya perawatan yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan.
"Asuransi swasta akan menanggung biaya perawatan yang belum dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, dengan batas maksimum sesuai ketentuan polis kesehatan setelah dikurangi jumlah yang telah dibayarkan oleh BPJS Kesehatan sebagai pembayar pertama," jelas Cipto Hartono.
3. Akses Informasi Klaim
AAUI juga meminta agar SEOJK dapat mengatur akses informasi klaim secara transparan. Asuransi swasta harus memiliki hak untuk mendapatkan dokumen dan informasi klaim dari BPJS Kesehatan guna memastikan kejelasan dalam pembayaran.
"Asuransi swasta harus dapat memperoleh atau mengakses informasi serta dokumen terkait besaran klaim tertanggung atau rumah sakit kepada BPJS Kesehatan, termasuk bukti pembayaran yang telah dilakukan oleh BPJS Kesehatan kepada tertanggung," tambah Cipto Hartono.
Dampak Skema CoB bagi Industri Asuransi
Implementasi mekanisme CoB yang jelas dapat memberikan manfaat bagi peserta asuransi, namun juga menimbulkan tantangan bagi industri asuransi swasta. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi kenaikan premi pada produk asuransi kesehatan yang menerapkan skema CoB.
Pasalnya, dengan adanya mekanisme ini, perusahaan asuransi perlu menyesuaikan struktur premi untuk menutup biaya klaim yang sebelumnya tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
"Ada risiko bahwa premi produk dengan fitur CoB akan lebih mahal dibandingkan asuransi kesehatan biasa, karena adanya tanggung jawab tambahan yang harus ditanggung oleh perusahaan asuransi," ujar Cipto.
AAUI berharap OJK dapat memberikan regulasi yang lebih rinci dalam RSEOJK terkait mekanisme CoB antara BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan swasta. Kejelasan mengenai peran masing-masing pihak, mekanisme pembayaran, dan akses informasi klaim sangat penting agar implementasi CoB dapat berjalan dengan baik tanpa merugikan peserta maupun industri asuransi swasta.
Dengan regulasi yang jelas, skema CoB diharapkan dapat memberikan keamanan finansial bagi peserta asuransi, meningkatkan akses layanan kesehatan, serta menciptakan sistem jaminan kesehatan yang lebih efisien dan berkelanjutan di Indonesia.