NIKEL

Nikel Dominasi Ekspor Nonmigas Indonesia ke Pasar Tiongkok

Nikel Dominasi Ekspor Nonmigas Indonesia ke Pasar Tiongkok
Nikel Dominasi Ekspor Nonmigas Indonesia ke Pasar Tiongkok

JAKARTA - Permintaan nikel yang terus meningkat dari Tiongkok menegaskan posisi strategis komoditas ini dalam menjaga stabilitas ekspor nonmigas Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global. Selain berperan sebagai kontributor utama devisa negara, lonjakan ekspor nikel juga memperlihatkan pentingnya pengembangan hilirisasi agar Indonesia tidak hanya menjadi pemasok bahan baku, tetapi juga pemain utama produk bernilai tambah. Namun, tantangan ketergantungan pada satu pasar utama seperti Tiongkok harus menjadi perhatian agar ekonomi ekspor nasional tetap tangguh dan berkelanjutan.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Pudji Ismartini, menyampaikan data yang menggambarkan besarnya kontribusi nikel terhadap ekspor Indonesia ke Tiongkok. Pada periode Januari hingga Mei 2025, ekspor nikel dan turunannya (HS75) mencapai nilai fantastis sebesar US$ 2,73 miliar atau sekitar Rp 44,21 triliun, yang merupakan 11,25% dari total ekspor nonmigas Indonesia ke Tiongkok. "Produk nikel dan turunannya berhasil menjadi salah satu kontributor utama, memberikan dorongan besar terhadap total ekspor nonmigas ke Tiongkok," ujar Pudji.

Data BPS mencatat total ekspor nonmigas Indonesia ke Tiongkok mencapai US$ 24,25 miliar selama lima bulan pertama tahun ini. Selain nikel, sektor besi dan baja serta bahan bakar mineral juga menjadi tumpuan ekspor yang menopang angka tersebut. Pudji menjelaskan bahwa peningkatan permintaan besi dan baja dari industri Tiongkok mencerminkan usaha pemulihan ekonomi negara tersebut pasca perlambatan global. "Pertumbuhan nilai ekspor besi dan baja mencerminkan adanya kenaikan permintaan dari sektor industri Tiongkok yang sedang berusaha memulihkan diri pasca perlambatan ekonomi global," tambahnya.

Meski Tiongkok menjadi pasar ekspor utama, Amerika Serikat dan India tetap menyumbang porsi signifikan dalam total ekspor nonmigas Indonesia. Ketiga negara ini secara kolektif berkontribusi sebesar 41,16% dari ekspor nonmigas Indonesia dalam periode Januari–Mei 2025. Amerika Serikat menerima ekspor nonmigas senilai US$ 12,11 miliar, dengan produk unggulan berupa mesin dan perlengkapan elektrik, alas kaki, serta pakaian dan aksesoris rajutan. Permintaan di pasar AS cukup stabil meskipun kondisi global masih penuh ketidakpastian.

Sementara itu, ekspor nonmigas ke India mencapai US$ 7,28 miliar, didominasi oleh bahan bakar mineral, minyak nabati, dan besi baja. Namun, ekspor bahan bakar mineral ke India mengalami penurunan signifikan hingga US$ 811,14 juta. Hal ini menjadi sinyal bagi pemerintah dan pelaku usaha untuk mempercepat diversifikasi komoditas agar ketergantungan pada jenis produk tertentu tidak terlalu besar.

Pudji menegaskan bahwa diversifikasi ekspor merupakan kunci utama dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional. “Ketergantungan yang terlalu besar pada satu komoditas atau satu negara tujuan ekspor berpotensi menimbulkan kerentanan jika terjadi fluktuasi harga atau permintaan di pasar tersebut,” ujarnya. Dalam konteks ini, keberhasilan ekspor nikel ke Tiongkok sebaiknya dijadikan momentum untuk memperluas penetrasi pasar ke negara lain sekaligus mendorong hilirisasi produk dalam negeri agar nilai tambah ekspor meningkat.

Selain fokus pada pasar dan produk, peningkatan kualitas produk ekspor menjadi perhatian utama. BPS menilai sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan asosiasi industri sangat dibutuhkan untuk meningkatkan standar produk agar mampu bersaing di pasar internasional. Upaya peningkatan mutu tidak hanya menguatkan posisi Indonesia di pasar global, tetapi juga membuka peluang ekspansi ke pasar baru yang potensial.

Diplomasi ekonomi juga menjadi salah satu strategi yang tak kalah penting dalam memperluas akses pasar. Pudji menyoroti perlunya pemerintah aktif dalam menjalin kesepakatan perdagangan bebas dan perjanjian bilateral untuk meminimalisir risiko ketidakpastian global dan membuka ruang bagi produk unggulan Indonesia. Dengan akses pasar yang lebih luas, potensi peningkatan nilai ekspor diharapkan semakin maksimal.

Melihat tren positif saat ini, Pudji optimis sektor nonmigas terutama komoditas unggulan seperti nikel, besi, dan baja akan tetap menjadi pilar utama dalam menopang kinerja ekspor nasional sepanjang tahun 2025. Namun demikian, ia kembali mengingatkan pentingnya diversifikasi sebagai fondasi untuk memperkuat daya tahan ekonomi ekspor nasional agar mampu menghadapi fluktuasi global di masa mendatang.

Dengan kekayaan sumber daya mineral yang melimpah, Indonesia memiliki peluang emas untuk tidak hanya menjadi eksportir bahan baku tetapi juga pengembang produk hilir dengan nilai tambah tinggi di pasar global. Kesempatan ini harus dimanfaatkan dengan strategi yang terpadu antara pemerintah dan sektor swasta agar Indonesia bisa naik kelas sebagai pemain utama di rantai nilai komoditas dunia.

Momentum ini juga mendorong pemerintah dan pelaku usaha bergerak serentak dalam memperkuat strategi ekspor, mendorong hilirisasi, dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya ini akan memastikan Indonesia dapat terus mengoptimalkan potensi sumber daya alamnya sambil meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index