JAKARTA - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, resmi meluncurkan Badan Pengelolaan Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara, atau lebih dikenal sebagai Danantara. Pembentukan Danantara menjadi langkah strategis pemerintah dalam mengoptimalkan pengelolaan aset negara melalui konsep sovereign wealth fund yang memiliki peran mirip dengan Super Holding BUMN. Peluncuran ini bukan sekadar pengumuman biasa, melainkan langkah penting menuju transformasi ekonomi dan pengelolaan aset negara dengan nilai mencapai 900 miliar dolar atau sekitar Rp. 14.670 triliun pada tahap awalnya.
Struktur Kepemimpinan Kredibel
BPI Danantara didukung oleh dewan penasihat yang diisi oleh tokoh-tokoh penting seperti mantan Presiden Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono. Pengawasan ketat akan dilakukan beberapa menteri, antara lain Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta mantan Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Hadad. Rosan Roeslani, yang juga menjabat sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi, dipercaya mengemban posisi sebagai CEO Danantara.
Visi dan Misi Besar
"Danantara diibaratkan sebagai pisau bermata dua," ujar Prabowo. "Ini adalah inovasi berani dengan berbagai risiko yang dapat menjadi peluang atau keran baru bagi aliran korupsi. Kami ingin menjadikannya fondasi untuk ekonomi berkelanjutan," tambahnya. Dengan tujuh BUMN besar seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, PLN, Pertamina, Telkom Indonesia, dan MIND ID sebagai langkah awal, rencana jangka panjangnya adalah mengintegrasikan seluruh BUMN di bawah naungan Danantara.
Transparansi dan Akuntabilitas
Keberhasilan Danantara bergantung pada pengelolaan yang terukur dan tepat sasaran. Salah satu tolak ukurnya adalah Return of Investment (ROI), yang diharapkan mencapai kisaran 8-12 persen per tahun, meniru benchmark lembaga serupa di negara lain, seperti Temasek Holdings Singapura dan Norwegian Oil Fund.
Tuntutan transparansi menjadi perhatian utama. "Regulasi harus jelas," ujar Rosan Roeslani. "Danantara akan diaudit oleh BPK, dan pengawasan tambahan dari lembaga seperti KPK dan PPATK menjadi krusial untuk menghindari skenario buruk seperti skandal 1MDB di Malaysia," tegasnya.
Harapan dan Risiko
Masyarakat berharap Danantara akan berhasil meningkatkan perekonomian berkelanjutan, bukan menjadi alat kepentingan politik atau kelompok tertentu. "Apabila pengelolaan Danantara gagal, dampaknya bisa berimbas pada melemahnya nilai rupiah dan potensi defisit fiskal yang akan memicu inflasi dan kenaikan harga barang," jelas seorang ekonom terkenal yang tidak ingin disebutkan namanya.
Pengelolaan Danantara harus diarahkan ke sektor strategis seperti hilirisasi industri, kedaulatan energi, infrastruktur, dan transformasi digital semua bertujuan untuk mendorong investasi berkelanjutan dan berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
Sebagai instrumen baru dalam pengelolaan aset negara, Danantara memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Namun, tanpa tata kelola yang baik dan pengawasan yang ketat, lembaga ini bisa menjadi bumerang yang merugikan negara dan masyarakat. Oleh karena itu, keberhasilan Danantara tidak hanya diukur dari besarnya aset yang dikelola, tetapi juga dari sejauh mana manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat.
DPR, dan seluruh elemen masyarakat harus aktif memastikan bahwa Danantara berjalan sesuai tujuannya, yaitu membangun ekonomi nasional. Kepemimpinan, transparansi, dan akuntabilitas adalah kunci dari keberhasilan Badan Pengelolaan Investasi ini dalam mengelola kekayaan negara. Sebagaimana dinyatakan oleh Prabowo, “Kami tidak boleh main-main dengan pengelolaan Danantara. Ini adalah tanggung jawab besar yang harus kita emban dengan segenap dedikasi dan integritas.”