JAKARTA - Meski kerap dijuluki generasi rebahan, Gen Z ternyata jauh dari stereotip malas. Banyak dari mereka yang terlihat santai di rumah justru produktif, mengelola berbagai kegiatan, termasuk pekerjaan daring dan proyek kreatif. Fenomena ini menunjukkan bahwa rebahan tidak selalu identik dengan kemalasan. Bahkan, saat bersantai, sebagian Gen Z mampu menyelesaikan konten digital atau pekerjaan lain yang menunjang karier mereka.
Selain produktif, Gen Z juga terkenal melek finansial. Banyak di antara mereka memiliki pemahaman keuangan yang baik, mampu mengelola pengeluaran, menabung, dan bahkan mulai berinvestasi. Hal ini tercermin dari istilah-istilah keuangan yang mereka gunakan, menunjukkan kesadaran dan strategi finansial modern.
Doom Spending: Belanja Impulsif yang Dikendalikan
Istilah pertama adalah doom spending, perilaku belanja impulsif karena stres atau cemas terhadap kondisi global, seperti krisis ekonomi, perubahan iklim, atau konflik sosial. Meskipun doom spending bisa berdampak negatif, Gen Z kini mulai menyadari akibatnya. Mereka beralih ke cara penghilang stres lebih sehat, seperti journaling, meditasi, atau menerapkan mindful spending, agar tetap sadar saat bertransaksi.
Loud Budgeting: Transparansi Keuangan
Konsep kedua adalah loud budgeting, yakni transparansi dalam mengelola keuangan. Secara terbuka, Gen Z menetapkan batasan finansial kepada teman atau keluarga, sehingga bisa menolak ajakan konsumtif tanpa merasa bersalah. Loud budgeting juga membangun komunitas yang saling mendukung untuk mencapai tujuan finansial masing-masing. Dengan cara ini, mereka menanamkan budaya keuangan yang jujur dan suportif, berbeda dari generasi sebelumnya yang cenderung menutup urusan keuangan pribadi.
No Buy Challenge: Lawan Konsumtif
Tren ketiga adalah no buy challenge, strategi melawan budaya konsumtif. Tantangan ini mendorong mereka dan komunitasnya untuk menahan diri dari pembelian barang yang tidak diperlukan selama periode tertentu, misalnya satu bulan hingga setahun. Aktivitas ini melatih kontrol diri, membedakan antara kebutuhan dan keinginan, serta membentuk kebiasaan finansial sehat. Banyak yang mendokumentasikan pengalaman ini di media sosial, menciptakan komunitas inspiratif yang saling mendukung. Hasilnya, Gen Z lebih hemat, bijaksana, dan puas dengan apa yang dimiliki.
Retail Investing: Investasi untuk Semua
Keempat, Gen Z mendobrak stereotip bahwa dunia investasi hanya untuk orang kaya. Melalui kemajuan teknologi dan platform digital, retail investing kini bisa dilakukan oleh siapa saja, dengan modal kecil. Mereka berinvestasi pada saham, reksadana, kripto, emas, atau instrumen lain tanpa harus memiliki kekayaan besar. Beberapa ratus ribu rupiah bisa menjadi langkah awal untuk membeli saham unggulan. Retail investing memungkinkan anak muda membangun kesehatan finansial sejak dini, asalkan mereka memahami pentingnya edukasi sebelum mengambil keputusan.
Soft Saving: Menabung Tanpa Tekanan
Kelima, Gen Z mengadopsi istilah soft saving, yaitu menabung dengan fleksibilitas tanpa mengorbankan gaya hidup. Mereka tetap rajin menabung, namun tetap menikmati hobi, traveling, atau kegiatan lain yang disukai. Pendekatan ini menunjukkan bahwa menabung tidak harus membatasi kebebasan, melainkan bisa selaras dengan kualitas hidup.
Financial Healing: Pemulihan Emosional dan Finansial
Keenam, muncul konsep financial healing, menekankan pemulihan emosional dan psikologis akibat pengalaman finansial buruk. Gen Z yang pernah menghadapi utang berlebihan atau tekanan ekonomi belajar memaafkan kesalahan finansial masa lalu dan membangun kepercayaan diri untuk mengelola uang lebih sehat. Financial healing mendorong perubahan perilaku, sehingga mereka lebih realistis dalam membuat anggaran dan menetapkan tujuan keuangan yang masuk akal.
Gen Z, Teladan Literasi Keuangan
Keenam istilah keuangan ini bukan sekadar tren, melainkan cerminan cara Gen Z memahami dan mengelola uang. Mereka menunjukkan bahwa generasi muda kini lebih sadar, fleksibel, dan menghubungkan pengelolaan keuangan dengan kehidupan nyata. Hal ini berbeda dengan generasi sebelumnya, yang umumnya tidak terlalu melek finansial.
Dengan memahami istilah-istilah tersebut, siapa pun bisa belajar dari pendekatan Gen Z. Baik generasi muda maupun generasi lebih tua bisa mengambil pelajaran tentang pengelolaan keuangan yang adaptif dan relevan dengan kondisi saat ini. Semakin familiar dengan istilah keuangan ala Gen Z, semakin mudah menavigasi dunia finansial yang terus berubah.
Kesadaran finansial Gen Z menunjukkan perubahan besar dalam perilaku ekonomi generasi muda. Mereka belajar menabung, berinvestasi, mengelola pengeluaran, dan membangun komunitas yang mendukung, tanpa kehilangan fleksibilitas dalam hidup sehari-hari. Dengan cara ini, Gen Z memadukan produktivitas, kreatifitas, dan literasi finansial menjadi satu kesatuan yang harmonis.
Pelajaran utama dari Gen Z adalah jangan menilai seseorang hanya dari penampilan santai atau gaya hidup “rebahan”. Banyak dari mereka yang tampak santai ternyata produktif, cerdas, dan memiliki strategi finansial matang. Istilah-istilah keuangan ala Gen Z mengajarkan pentingnya kontrol diri, transparansi, edukasi, serta keseimbangan antara kebebasan pribadi dan pengelolaan uang.
Generasi ini membuktikan bahwa melek finansial bukan hanya untuk orang kaya atau tua, melainkan bisa diterapkan sejak muda dengan metode kreatif, komunitas yang mendukung, dan pendekatan adaptif. Dengan memahami dan mengadopsi prinsip-prinsip ini, setiap individu bisa meningkatkan literasi keuangan, mengelola pengeluaran dengan bijak, dan mencapai tujuan finansial tanpa kehilangan kualitas hidup.